Share Media :

Pembaruan Karismatik Katolik: Arus Rahmat bagi Seluruh Gereja (Pst. Raniero Cantalamessa, OFM Cap)

Ceramah Pst. R. Cantalamessa di peresmian CHARIS, 8 Juni 2019 – Vatikan

Pembaharuan Karismatik Katolik: Arus Rahmat bagi Seluruh Gereja
Pst. Raniero Cantalamessa, OFM Cap


Saya akan memulai dengan suatu pernyataan yang kita semua yakini dan yang acapkali diulangi oleh Paus Fransiskus, yaitu bahwa Pembaharuan Karismatik Katolik (PKK) adalah “suatu arus rahmat bagi seluruh Gereja.” Jika PKK adalah arus rahmat bagi seluruh Gereja, maka kita memiliki tanggung jawab terhadap diri sendiri dan seluruh Gereja untuk menjelaskan mengenai arus rahmat ini dan mengapa arus rahmat ini ditujukan bagi Gereja dan diperlukan oleh seluruh Gereja. Singkatnya, kita perlu menjelaskan siapa diri kita dan apa yang kita tawarkan, atau lebih tepatnya, apa yang Allah tawarkan kepada Gereja melalui arus rahmat ini.

Hingga kini, kita belum bisa (dan belum mampu) menjelaskan dengan baik apa itu PKK. Untuk bisa menjelaskan suatu cara hidup tertentu dengan baik, tentu seseorang perlu mengalaminya terlebih dahulu. Inilah yang terjadi di masa lampau pada setiap kemunculan suatu bentuk cara hidup Kristiani yang baru. Sayangnya, banyak gerakan dan ordo religius mulai dengan menetapkan banyak aturan dan konstitusi rinci di awal sebagai protokol yang harus diikuti. Padahal seiring dengan berjalannya waktu, hidup membentuk ciri dan aturannya sendiri, seperti sungai yang mengukir alurnya sendiri saat dia mengalir.

Harus diakui bahwa hingga saat ini, kita menampilkan kepada Gereja suatu ide dan gambaran tentang PKK yang berbeda dan terkadang bahkan saling bertentangan. Kita hanya perlu bertanya secara singkat kepada orang-orang di luar PKK untuk mengetahui adanya kebingungan yang terjadi sehubungan dengan identitas PKK.

Bagi sebagian orang, PKK adalah suatu kegerakan yang “antusias”, sama seperti banyak kegerakan “pencerahan yang antusias” yang terjadi di masa lampau, “orang-orang Aleluia” yang mengangkat tangannya dan berdoa atau bernyanyi dalam bahasa yang tidak bisa dipahami. Singkatnya, suatu fenomena yang emosional dan dibuat-buat (superfisial). Saya bisa mengatakan hal ini dengan pasti karena selama beberapa waktu, saya termasuk orang yang memiliki pemahaman seperti itu. Bagi beberapa orang, gerakan ini adalah gerakan orang-orang yang melakukan doa penyembuhan atau pengusiran setan. Bagi beberapa orang lain, gerakan ini adalah “infiltrasi” paham Protestan atau Pantekosta ke dalam Gereja Katolik. Bahkan, banyak orang yang enggan untuk terlibat di dalam PKK secara mendalam, walaupun mereka mengakui bahwa anggota-anggota PKK dapat diandalkan untuk melakukan banyak hal di paroki. Atau dengan kata lain, orang-orang menyukai buah dari PKK tetapi tidak menyukai pohonnya.

Setelah lima puluh tahun malang melintang dan mengalami banyak hal, dan dalam kesempatan peresmian organisasi pelayanan baru, CHARIS, mungkin telah tiba saatnya bagi kita untuk mencoba menginterpretasi ulang dan mendefinisikan gerakan ini, walaupun definisi ini mungkin bukan definisi final, karena perjalanan kita masih sangat panjang dan belum selesai. Saya percaya bahwa inti dari arus rahmat ini dengan sangat indahnya termaktub di dalam namanya sendiri “Pembaharuan Karismatik” jika kita betul-betul memahami betapa pentingnya arti kedua kata ini. Maka dalam bagian pertama renungan ini, saya ingin membahas kata benda “Pembaharuan” dan di bagian kedua, saya akan membahas kata sifat “Karismatik”.


BAGIAN SATU: “PEMBAHARUAN”

Sebelum membahas arti masing-masing kata, sangatlah penting bagi kita untuk memahami hubungan antara kata benda “Pembaharuan” dan kata sifat “Karismatik” dan apa yang diwakili oleh masing-masing kata tersebut.

Dalam Kitab Suci, kita melihat dengan jelas dua modus cara kerja Roh Allah. Modus pertama disebut modus karismatik, yang terjadi saat Roh Allah turun ke atas beberapa orang dalam situasi tertentu dan menganugerahkan kepada mereka karunia dan kemampuan di luar batas-batas manusiawi demi menyelesaikan tugas yang Tuhan berikan kepada mereka (Bdk. Kel 31:3, Hak 14:6, 1 Sam 10:6, Yes 61:1). Ciri-ciri modus kerja Roh Allah ini adalah bahwa hal tersebut diberikan kepada seseorang bukan demi kepentingan orang tersebut, bukan untuk membuat dia semakin menyenangkan hati Allah, tetapi hal tersebut diberikan demi kepentingan komunitas, demi pelayanan. Kita bisa melihat bahwa beberapa orang yang menerima karunia semacam ini dalam Perjanjian Lama bahkan akhirnya malah menjauh dari Tuhan dan tidak melakukan apa yang Tuhan kehendaki.

Tetapi belakangan, setelah masa pembuangan ke Babel, Kitab Suci mulai bicara tentang modus kerja Roh Allah yang lain, yaitu modus kerja yang di kemudian hari akan disebut tindakan pengudusan Roh Kudus (lih. 2 Tes 2:13). Roh Allah pertama kali disebut “kudus” dalam Mazmur 51: “...janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!” (ay. 11). Kesaksian paling jelas mengenai hal ini adalah nubuat dalam Yehezkiel 36:26-27:
“Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya.”

Dalam modus pengudusan ini, Roh Kudus turun atas umatNya dan tinggal di situ, melakukan transformasi dari dalam diri umat, memberikan mereka hati yang baru dan kemampuan yang baru untuk menaati hukum-hukum Tuhan. Di kemudian hari, ilmu teologi akan menyebut modus pertama kerja Roh Kudus sebagai “gratia gratis data” (hadiah gratis), dan modus kedua sebagai “gratia gratum faciens” (karunia yang menjadikan seseorang menyenangkan hati Tuhan).

Dalam Perjanjian Baru, kedua modus kerja Roh Kudus ini menjadi semakin jelas, khususnya saat kita membaca bab 12 dari Surat Pertama Korintus, yang membahas tentang semua jenis karisma, dan bab 13 yang membahas tentang karunia yang unik, setara, dan diperlukan oleh semua orang, yaitu kasih. Kasih ini adalah “Kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus...” (Rom 5:5), kasih, yang menurut St. Thomas Aquinas, “dengannya Allah mencintai kita dan yang memampukan kita mengasihi Allah dan sesama”, (lih. St. Thomas Aquinas, Commentary on the Letter to the Romans, 5, 1, no. 392).

Hubungan antara modus pengudusan dan modus karismatik Roh Kudus dipandang Paulus serupa dengan hubungan antara “menjadi” dan “bertindak” atau hubungan antara “kesatuan” dan “keanekaragaman” di dalam Gereja. Modus pengudusan berhubungan erat dengan “menjadi” Kristiani, sedangkan modus karismatik berhubungan erat dengan “bertindak” sebagai orang Kristiani karena modus ini digunakan dalam pelayanan (lih. 1 Kor 12:7; 1 Ptr 4:10). Modus pengudusan menciptakan “kesatuan” di dalam Gereja, sedangkan modus karismatik menciptakan “variasi” di dalam fungsi Gereja. Kita dapat melihatnya dalam Ef 4:4-13. Dalam perikop itu, Paulus pertama-tama menjelaskan apa artinya menjadi seorang Kristiani dan tentang kesatuan semua orang percaya: satu tubuh, satu Roh, satu Tuhan, satu iman. Kemudian Paulus melanjutkan, “Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus.” (ay. 7): rasul, pemberita Injil, pengajar, dll.

Rasul Paulus tidak berhenti dengan menjelaskan kedua modus kerja Roh Kudus saja, tetapi menekankan bahwa modus pengudusan haruslah mendapat prioritas absolut dibanding modus karismatik. “Bertindak” bergantung pada “menjadi” (agere sequitut esse) dan bukan sebaliknya. Paulus membahas tentang karisma (bahasa lidah, karunia bernubuat, memahami semua misteri Allah, membagikan harta kepada orang miskin) lalu menyimpulkan bahwa tanpa kasih, semua karisma itu menjadi tidak berguna bagi si pelakunya, walaupun karisma itu bermanfaat bagi si penerima.

Memang benar bahwa karisma tidak diberikan karena, atau atas dasar, kekudusan seseorang, tetapi juga benar bahwa karisma tidak akan dapat bertahan dengan baik, bahkan dapat menjadi rusak dan pada akhirnya akan merugikan, apabila tidak dibarengi dengan kekudusan pribadi. Mengingatkan kembali akan pentingnya modus pengudusan Roh Kudus dibanding modus karismatikNya merupakan sumbangsih khusus yang dapat diberikan PKK kepada gerakan Evangelis dan Pentekostal, yang lahir dari suatu “Gerakan Kekudusan”.

Semua penjelasan saya tentang modus pembaharuan dan pengudusan Roh Kudus di atas termaktub dalam kata “Pembaharuan”. Mengapa kata ini? Kata “baru” sejalan dengan pengungkapan tindakan pengudusan Roh Kudus sejak awal mula sejarah manusia hingga akhirnya. Yehezkiel berbicara tentang “roh yang baru”. Yohanes bicara tentang “dilahirkan dari air dan Roh” (Yoh 3:5). Tetapi St. Paulus melihat dalam “kebaruan” ini suatu karakteristik dari “perjanjian yang baru” (2 Kor 3:6). Paulus mendefinisikan orang percaya sebagai “manusia baru” (Ef 2:15; 4:24) dan pembaptisan sebagai “permandian kelahiran kembali dan pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus” (Tit 3:5).

Yang segera perlu dijelaskan adalah bahwa hidup baru ini merupakan hidup yang dibawa oleh Kristus. Kristuslah yang telah bangkit dan kematian, dan dengan kebangkitanNya itu telah memberikan kita suatu kemungkinan untuk “berjalan dalam kebaruan hidup” (lih. Rom 6:4) melalui pembaptisan yang kita terima. Oleh karena itu, pembaruan ini adalah pertama-tama suatu karunia dan bukan tugas, “sesuatu yang telah dilakukan” dan bukan “sesuatu yang harus dilakukan”. Untuk menjelaskan hal ini, kita memerlukan suatu perubahan paradigma secara total (atau suatu revolusi Kopernikus) atas sudut pandang yang biasa dimiliki umat Katolik (bukan suatu perubahan atas doktrin resmi Gereja!), dan inilah salah satu kontribusi terpenting yang dapat - dan telah mulai - diberikan oleh PKK bagi hidup Gereja. Selama berabad-abad, Gereja menekankan tentang moralitas, tugas, apa yang harus dilakukan untuk menerima hidup kekal, dan hal ini telah memutarbalikkan hubungan tersebut, mendahulukan “tugas” dibanding “karunia”, menjadikan karunia Allah sebagai hasil dari perbuatan baik kita dan bukan penyebab kita berbuat baik.

PKK, khususnya Pencurahan Roh, telah menuntun saya kepada suatu perubahan paradigma seperti yang saya jelaskan di atas, dan oleh karenanya, saya sangat percaya bahwa PKK juga dapat membawa perubahan yang sama kepada seluruh Gereja. Perubahan ini akan membuka pintu bagi suatu re-evangelisasi dunia pra-Kristiani. Dalam re-evangelisasi ini, iman akan berkembang dalam konteks kerygma (pewartaan) dan bukan didache atau konteks teologi, apologetika, dan moralitas. Ketiga hal ini memang perlu dalam “pembentukan” iman agar iman tersebut sempurna dalam kasih, tetapi hal-hal tersebut tidak dapat menghasilkan iman. Kristianitas berbeda dari agama lainnya, karena Kristianitas tidak dimulai dengan mengatakan kepada umat apa yang harus mereka lakukan agar bisa selamat, tetapi Kristianitas memulai dengan menceritakan apa yang telah Allah lakukan di dalam Kristus untuk menyelamatkan mereka. Inilah agama kasih karunia.

Tentu ada bahaya yang muncul, bahwa seseorang akan menjadi “pasif” dan melupakan tugasnya untuk memperoleh kebajikan. Kitab Suci dan pengalaman kita mengingatkan kita akan hal ini: tanda-tanda yang paling jelas akan kehadiran Roh Kristus bukanlah terletak pada karisma tetapi pada “buah Roh”. Selain itu, PKK juga perlu mewaspadai bahaya lain, sebagaimana yang dikatakan St. Paulus kepada umat di Galatia: “Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?” (Gal 3:3). Bahaya yang saya maksud adalah kembalinya legalisme dan moralisme yang merupakan lawan dari “pembaharuan”. Tentu masih ada bahaya lain, yaitu kebalikannya “mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa” (Gal 5:13), tetapi bahaya ini biasanya lebih mudah dikenali.


Apa Arti Hidup Baru dalam Roh

Sekarang saatnya untuk bicara secara lebih konkret dan melihat apa yang dimaksud dengan hidup baru dalam Roh, bagaimana kita bisa mewujudkannya, dan apa yang dimaksud dengan “pembaharuan” yang sejati. Kita akan melihatnya berdasarkan Surat Rasul Paulus kepada umat di Roma, karena di situlah St. Paulus menjelaskan elemen-elemen pokok hidup baru secara sistematis.


Hidup yang Dihidupi Berdasarkan Hukum Roh

Definisi pertama dan utama dari hidup baru adalah suatu hidup yang dihidupi “berdasarkan hukum Roh”. “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.” (Rom 8:1-2)

Kita tidak dapat memahami arti ungkapan “hukum Roh” tanpa memulainya dari peristiwa Pentakosta. Dalam Perjanjian Lama, ada dua penafsiran dasar tentang Pentakosta. Pada awalnya, Pentakosta adalah perayaan panen (perayaan selama tujuh minggu) (lih. Bil 28:26 dst.) saat bangsa Israel mempersembahkan hasil panen pertama mereka kepada Allah (lih. Kel 23:16, Ul 16:9 dst.). Tetapi kemudian, hingga pada masa Yesus, perayaan itu telah diperkaya dengan arti baru, yaitu perayaan untuk memperingati diberikannya Hukum Allah di Gunung Sinai dan perjanjian yang dibuat Allah dengan umatNya. Dengan kata lain, Pentakosta di masa itu adalah suatu perayaan yang memperingati peristiwa yang digambarkan dalam Kel 19-20. Suatu teks dari liturgi Ibrani untuk Pentakosta yang digunakan saat ini (Shavuot) menuliskan, “Hari perayaan tujuh minggu ini adalah saat diberikannya Hukum Taurat bagi kita.”

Tampaknya St. Lukas dengan sengaja menggambarkan turunnya Roh Kudus dengan tanda-tanda yang merupakan ciri-ciri penampakan Allah di Gunung Sinai. St. Lukas menggunakan gambaran yang mengingatkan kita akan gempa bumi dan
api. Liturgi Gereja juga menguatkan penafsiran ini dengan memasukkan Kel 19 dalam bacaan untuk malam Pentakosta.

Dari kedua pendekatan paralel di atas, apa yang ingin disampaikan kepada kita? Dengan kata lain, apa artinya bahwa Roh Kudus turun ke atas Gereja pada hari yang sama dengan hari bangsa Israel memperingati pemberian Hukum Taurat dan perjanjian Allah? St. Agustinus pernah merenungkan hal ini dan memberikan jawaban sebagai berikut:
Lima puluh hari setelah pengorbanan anak domba di Mesir, jari Allah menuliskan Hukum-Hukum Allah pada loh batu di atas Gunung Sinai. Dan kini, lima puluh hari setelah pengorbanan Kristus, Anak Domba Allah yang sejati, sekali lagi jari Allah, yaitu Roh Kudus, menuliskan Hukum Allah. Tetapi kali ini, hukum itu tidak dituliskan pada loh batu, melainkan pada loh daging yaitu hati umatNya (lih. St. Agustinus, On the Spirit and the Letter, bab 28 [XVI], ed. Philip Schaff (No p.: CreateSpace Publishing, 2015), p.53; Sermo Mai 158, 4 (PLS 2 525).

Penafsiran ini didasarkan pada penegasan St. Paulus yang mendefinisikan komunitas perjanjian baru sebagai “...surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia.” (2 Kor 3:3). Nubuat Nabi Yeremia dan Yehezkiel mengenai perjanjian baru tiba-tiba menjadi jelas. “Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka.” (Yer 31:33). Bukan lagi pada loh batu, tetapi pada hati. Bukan lagi hukum eksternal, melainkan hukum internal.

Bagaimana hukum baru, yang adalah Roh, ini bekerja secara konkret, dan bagaimana hal ini bisa disebut “hukum”? Hukum baru ini bekerja melalui cinta! Hukum yang baru ini disebut oleh Yesus sebagai “perintah baru” (Yoh 13:34). Roh Kudus telah menuliskan hukum yang baru pada hati kita, menanamkan cinta di dalamnya: “...Kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” (Rom 5:5). Cinta ini, sebagaimana dijelaskan St. Thomas kepada kita, adalah cinta Allah kepada kita dan di saat yang sama, cinta itu memampukan kita untuk mencintaiNya dan mencintai sesama kita. Inilah kemampuan baru dalam mencinta.

Ada dua cara untuk memaksa seseorang melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal: dengan paksaan atau dengan ketertarikan. Hukum eksternal memaksa seseorang dengan cara pertama, yaitu melalui paksaan dan ancaman hukuman. Cinta memaksa seseorang dengan cara yang kedua, yaitu melalui ketertarikan. Orang akan merasa tertarik pada apa yang mereka cintai tanpa memerlukan adanya paksaan dari luar. Hidup Kristiani adalah hidup dengan ketertarikan, bukan dengan paksaan; melalui cinta, dan bukan ketakutan.


Hidup Sebagai Putra dan Putri Allah

Definisi kedua dari hidup baru dalam Roh adalah hidup sebagai putra dan putri Allah. Rasul Paulus selanjutnya berkata:

“Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!" Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.” (Rom 8:14-16).

Inilah inti dari pesan Yesus dan seluruh Perjanjian Baru. Berkat pembaptisan yang telah mempersatukan kita dengan Kristus, kita telah menjadi anak-anak Allah di dalam PutraNya. Jika demikian, hal baru apa yang bisa dibawa Pembaharuan Karismatik dalam hal ini? Sesuatu yang sangat penting, yaitu penemuan dan kesadaran eksistensial mengenai ke-bapa-an Allah yang telah membuat lebih dari satu orang bersimbah air mata saat menerima pencurahan Roh Kudus. Secara hukum, kita adalah putra-putri Allah melalui pembaptisan. Tetapi secara pengalaman, kita menjadi putra-putri Allah berkat karya Roh Kudus yang terus bekerja di dalam hidup kita.

Maka lahirlah suatu relasi yang indah. Dari “tuan”, kini Allah menjadi “bapa/ayah”. Inilah saat di mana seseorang dengan sepenuh hati berseru untuk pertama kalinya, “Abba, Bapa!” Inilah salah satu dampak yang paling sering terjadi dari pencurahan Roh Kudus. Saya teringat pada seorang wanita tua dari Milan, yang pada saat menerima pencurahan Roh Kudus, berjalan berkeliling dan berkata kepada semua orang di kelompoknya, “Saya merasa seperti seorang bayi, saya merasa seperti seorang bayi! Saya baru saja mengetahui bahwa Allah adalah papa saya!” Mengalami ke-bapa-an Allah berarti mengalami kasih dan rahmatNya yang tak terhingga.


Hidup yang Menjadikan Kristus sebagai Tuhan

Definisi terakhir dari hidup baru adalah hidup yang menjadikan Kristus sebagai Tuhan. Dalam Surat Roma, Rasul Paulus menulis:

“Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.” (Rom 10:9)

Dan masih dalam surat yang sama, Rasul Paulus juga menulis:
“Sebab tidak ada seorangpun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorangpun yang mati untuk dirinya sendiri. Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan. Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya Ia menjadi Tuhan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup.” (Rom 14:7-9).

Kesadaran khusus akan Yesus ini merupakan karya Roh Kudus: “Tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: "Yesus adalah Tuhan", selain oleh Roh Kudus!” (1 Kor 12:3). Karunia paling nyata yang saya terima saat pencurahan Roh Kudus adalah suatu pengetahuan bahwa Yesus adalah Tuhan. Hingga saat itu, saya adalah seorang sarjana Kristologi, saya mengajar dan menulis buku tentang doktrin kristologis kuno. Roh Kudus mengubah saya, dari seorang Kristologi menjadi Kristus. Suatu pengalaman emosional bagi saya adalah ketika saya mendengar 40.000 umat beriman dari berbagai denominasi di Kota Kansas pada bulan Juli 1977 menyanyikan, “Dia Tuhan, Dia Tuhan. Dia t’lah bangkit dari maut s’bab Dia Tuhan. Setiap lutut bertelut, semua lidah mengaku, bahwa Yesuslah Tuhan.” Bagi saya, yang saat itu masih menjadi seorang pengamat di luar PKK, lagu ini bergema dengan hebatnya, seperti suatu resonansi kosmik, karena lagu ini menyatakan apa yang terjadi di surga, di bumi, dan di bawah bumi. Mari kita ulangi pengalaman ini dalam peristiwa semacam ini, dan bersama-sama mengakui bahwa Kristus adalah Tuhan dengan menyanyikan lagu ini.

Hal khusus apa dalam pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan yang menjadikannya unik dan tegas? Karena saat kita mengakuinya, kita bukan hanya membuat suatu pernyataan iman tetapi kita juga sedang membuat suatu keputusan pribadi. Setiap orang yang mengakui hal ini sedang menentukan arti hidupnya. Seolah-olah dia sedang berkata, “Engkaulah Allahku, aku menyerahkan diri kepadaMu, dan secara sukarela aku mengakui Engkau sebagai Juru Selamatku, pemimpinku, dan tuanku. Engkau yang memegang hak penuh atasku. Dengan sukacita aku menyerahkan kepemimpinan hidupku kepadaMu.”

Penemuan ulang yang mencerahkan bahwa Yesus adalah Tuhan ini mungkin merupakan rahmat terindah pada masa sekarang ini, yang telah Allah berikan kepada Gereja melalui PKK. Pada awalnya, pengakuan bahwa “Yesus adalah Tuhan (Kyrios)” bagi evangelisasi adalah seperti mata bajak bagi bajak, pisau yang pertama kali memecahkan tanah dan membukan jalan bagi bajak untuk membuat alur di tanah. Sayangnya, kata ini mengalami perubahan arti saat kita berpindah dari lingkup Yahudi ke lingkup Yunani. Dalam dunia Yahudi, gelar Adonai (Tuhan) sudah mencukupi untuk menyatakan keilahian Yesus. Bahkan, inilah gelar yang digunakan Petrus saat memproklamirkan tentang Yesus di hari Pentakosta: “Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus." (Kis 2:36).

Akan tetapi, saat para rasul mulai berkotbah kepada umat non-Yahudi, gelar ini tidak lagi mencukupi. Begitu banyak orang menyebut diri sebagai “Tuhan”, salah satunya adalah kaisar Romawi. Rasul Paulus menceritakan tentang hal ini dengan sedih: “Sebab sungguhpun memang benar ada banyak "allah" dan banyak "tuhan" ... namun bagi kita hanya ada satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus.” (lih.1 Kor 8:5-6). Pada abad ke-3, gelar “Tuhan” tidak lagi dipahami dalam arti kerygma-nya: gelar ini digunakan oleh setiap orang yang masih menjadi “hamba” dan masih merasa takut, dan dianggap lebih rendah dibanding gelar “Guru” yang digunakan oleh seorang “murid” dan sahabat (Origen, Commentary on the Gospel according to John, 1, 31 (Pinkerington, OH: Beloved Publishing, 2014), hlm. 31-32; (SCh 120, p.158). Memang, orang-orang terus menyebut Yesus sebagai “Tuhan”, tetapi gelar ini menjadi sama seperti gelar lainnya, dan bahkan seringkali gelar ini dianggap sebagai salah satu bagian dari nama lengkap Yesus: “Tuhan kita Yesus Kristus.” Tetapi sesungguhnya, mengatakan “Tuhan kita Yesus Kristus” sangatlah berbeda dengan mengatakan “Yesus Kristus adalah Tuhan kita!” (dengan tanda seru).

Bagaimana Roh Kudus berperan dalam hal ini untuk meningkatkan kualitas pemahaman kita akan Kristus? Fakta bahwa pernyataan Yesus adalah Tuhan merupakan pintu yang menuju kepada pengenalan akan Kristus yang telah bangkit dan hidup! Bukan hanya Kristus sebagai tokoh, tetapi pribadi Kristus itu sendiri. Kristus bukan hanya sekadar teori dan dogma (lengkap dengan bidaah-bidaahnya), bukan hanya sekadar objek pemujaan yang kita kenang, tetapi Kristus merupakan suatu realitas yang hidup di dalam Roh. Jika kita membandingkan “Yesus yang hidup” dengan “Yesus yang ada di buku-buku dan diskusi para pelajar”, perbedaan antara kedua hal ini sama besarnya dengan perbedaan antara “langit yang sesungguhnya” dan “gambaran langit di atas kertas”. Jika kita tidak ingin evangelisasi baru ini hanya menjadi angan-angan semata, kita perlu kembali memasang mata bajak pada bajak kita, melakukan pewartaan (kerygma) sebelum ajaran moral (parenesis).

Pengalaman bersama akan Yesus sebagai Tuhan merupakan pemicu persatuan antar umat Kristiani, sebagaimana yang kita lihat terjadi di tengah kita saat ini. Salah satu prioritas utama CHARIS, sesuai arahan Bapa Suci, adalah mengupayakan terciptanya persatuan di antara umat yang percaya kepada Kristus melalui berbagai cara sambil tetap menghargai keunikan identitas masing-masing.


Arus Rahmat bagi Seluruh Gereja

Saya percaya saat ini jelaslah sudah mengapa kita mengatakan bahwa Pembaharuan Karismatik adalah arus rahmat bagi seluruh Gereja. Semua yang dinyatakan Firman Tuhan tentang hidup baru dalam Kristus (hidup yang dihidupi berdasarkan hukum Roh Kudus, hidup sebagai putra dan putri Allah, hidup yang mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan) sesungguhnya hanyalah inti dari hidup Kristiani dan kekudusan. Inilah hidup pembaptisan kita yang diwujudkan secara penuh; yang bukan hanya dipikirkan dan diimani, tetapi dihidupi dan dihadirkan; bukan hanya bagi beberapa jiwa yang beruntung saja, tetapi bagi seluruh umat kudus Allah. Bagi jutaan orang percaya dari berbagai aliran Gereja Kristen, pencurahan Roh Kudus telah menjadi pintu menuju kemuliaan hidup Kristiani sebagaimana telah dijelaskan di atas.

Salah satu perkataan favorit Paus Fransiskus adalah “kenyataan jauh lebih besar daripada pemikiran” (Paus Fransiskus, Evangelii gaudium, no. 231) dan bahwa menghidupi hidup Kristiani adalah jauh lebih besar daripada sekadar memikirkannya. Saya yakin, PKK dapat (dan mungkin telah sebagian) memberikan sumbangsih besar dalam membantu kita menghidupi kebenaran iman, yang tadinya hanya kita pikirkan saja. PKK juga akan membantu kita memindahkan Roh Kudus dari buku teologi ke dalam kehidupan dan pengalaman para umat beriman.

St. Yohanes XXIII memulai Konsili Vatikan II sebagai “Pentakosta baru” bagi Gereja. Allah menjawab doa Bapa Paus ini melampaui akal pikiran kita. Tetapi apa arti “Pentakosta baru”? Tentunya bukan sekadar perkembangan karisma, pelayanan, dan tanda-tanda serta mujizat sebagai angin segar baru bagi Gereja. Hal-hal ini hanyalah suatu cerminan dan tanda dari sesuatu yang jauh lebih mendasar. Suatu Pentakosta baru yang sejati haruslah terjadi jauh di dalam seperti yang telah dikatakan Rasul Paulus: Pentakosta baru haruslah memperbaharui hati Sang Mempelai, dan bukan hanya gaunnya saja.

Agar PKK dapat menjadi arus rahmat sebagaimana telah dijelaskan di atas, PKK harus memperbaharui dirinya sendiri, dan untuk itulah CHARIS dibentuk. Di abad ke-3, Origen menulis: “Kamu tidak boleh berpikir bahwa pembaharuan hidup cukup dilakukan sekali saja. Sebaliknya... kebaruan ini... harus terus-menerus diperbaharui”: ”Ipsa novita innovanda est.” (Origen, Commentary on the Epistle to the Romans, 5, 13, trans. Thomas P. Scheck, The Fathers of the Church, vol. 103 (Washington, DC: The Catholic University of America Press, 2001), hlm. 359; (PG 14, hlm. 1042). Kita tidak perlu merasa kagum akan hal ini. Inilah yang terjadi dalam setiap proyek Allah sejak saat proyek tersebut diletakkan di tangan manusia.

Segera setelah saya bergabung dalam PKK, saya dikejutkan dengan suatu pemikiran yang saya peroleh ketika sedang berdoa. Saat itu saya merasakan adanya suatu hal baru yang sedang Allah lakukan di dalam Gereja. Saya mengambil pena dan kertas lalu menulis pemikiran yang muncul tersebut. Hasilnya sangat mengejutkan diri saya sendiri karena pemikiran itu bukan berasal dari hasil refleksi saya. Anda bisa membacanya dalam buku saya The Sober Intoxication of the Spirit Bagian Dua, tetapi saya akan menceritakannya lagi kepada Anda karena saya rasa inilah titik awal untuk kita memulai kembali:

Bapa ingin memuliakan Putra, Yesus Kristus, di dunia dengan cara yang baru, melalui intervensi baru. Roh Kudus ditunjuk untuk melaksanakan pemuliaan ini karena ada tertulis, “Dia akan memuliakan Aku dan mengambil apa yang menjadi milikKu.” Suatu hidup Kristiani yang sepenuhnya dikuduskan untuk Allah, tanpa pendiri, tanpa aturan, dan tanpa kongregasi baru. Pendirinya: Yesus! Aturannya: Injil yang ditafsirkan oleh Roh Kudus! Kongregasinya: Gereja! Jangan khawatir akan hari esok, jangan mencoba membuat sesuatu yang akan bertahan lama, dan jangan memulai suatu organisasi biasa yang dapat diwariskan kepada penerusnya... Yesus adalah Pendiri yang tak pernah mati, sehingga kita tidak memerlukan penerus. Kita selalu harus membiarkanNya melakukan hal-hal baru, bahkan di hari esok. Roh Kudus akan terus berada di dalam Gereja, bahkan di hari esok (Raniero Cantalamessa, The Sober Intoxication of the Spirit, Bagian Dua (Cincinnati, OH: Servant Books, 2012), hlm. 31).




Share with :

ARTIKEL TERKAIT

Pembaruan Karismatik Katolik: Arus Rahmat bagi Seluruh Gereja (Pst. Raniero Cantalamessa, OFM Cap)

Friday, 05 Jul 2019

KARAKTER, KONSEP, DAN KOMPETENSI DALAM DIRI SEORANG PEMIMPIN

Monday, 29 Apr 2019

HOMILI MGR. I. SUHARYO DALAM MISA SYUKUR 30TH SEP SHEKINAH

Friday, 14 Dec 2018

MATERI CERAMAH UMUM DAN LOKAKARYA KONVENAS XIV

Wednesday, 03 Oct 2018

ICCRS ITC - SESI III - Panggilan dan Kebutuhan Mendesak Untuk Doa Syafaat (Oleh Anne Marie)

Thursday, 28 Jun 2018

ICCRS ITC - SESI II - Apa yang dimaksud dengan Doa Syafaat? (Oleh Michelle Moran)

Saturday, 02 Jun 2018

ICCRS ITC - SESI I - Pendoa Syafaat yang Bertobat (Oleh Anne Marie)

Monday, 21 May 2018

ICCRS ITC - Pendahuluan (Oleh Michelle Moran)

Friday, 04 May 2018

Karunia-karunia Roh Kudus Dalam Gereja Untuk Pelayanan (Oleh Mgr. Henricus Pidyarto Gunawan, O.Carm)

Thursday, 02 Nov 2017

Roh Kudus Sumber Kuasa & Karunia Dalam Melayani (Oleh Mgr. I. Suharyo)

Wednesday, 18 Oct 2017

Tumbuh dan Bergerak di Dalam Karisma (Oleh Damian Stayne)

Monday, 21 Aug 2017

Tumbuh dan Bergerak di Dalam Karisma (Oleh Fr. Dario Betancourt)

Monday, 21 Aug 2017

Menyebarkan Rahmat Baptisan Dalam Roh (Oleh Fr. Jonas Abib)

Wednesday, 14 Jun 2017

Menyebarkan Rahmat Baptisan Dalam Roh (Oleh Sr Nancy Kellar)

Tuesday, 13 Jun 2017

ICCRS Leadership Training Course: Elemen-elemen PD - Memimpin Dinamika Pujian dan Penyembahan

Thursday, 15 Dec 2016

ICCRS Leadership Training Course: Elemen-elemen PD - Mengkomunikasikan Visi yang Jelas

Tuesday, 01 Nov 2016

PRACTICAL TECHNIQUES OF EVANGELIZATION (Jim Murphy)

Thursday, 27 Oct 2016

ICCRS Leadership Training Course: Elemen-elemen Persekutuan Doa - Memberikan Pengajaran

Thursday, 27 Oct 2016

ICCRS Leadership Training Course: Kepemimpinan Bag. 3 (Terakhir)

Saturday, 08 Oct 2016

ICCRS Leadership Training Course: Kepemimpinan Bag. 2

Monday, 03 Oct 2016

ICCRS Leadership Training Course: Kepemimpinan

Thursday, 29 Sep 2016

ICCRS Leadership Training Course: Pembaruan Karismatik Katolik (Bag. 2)

Wednesday, 28 Sep 2016

ICCRS Leadership Training Course: Pembaruan Karismatik Katolik (Bag. 1)

Wednesday, 28 Sep 2016

ICCRS Leadership Training Course: Eklesiologi

Wednesday, 28 Sep 2016

Seminar Pagi by Father Cantalamessa

Tuesday, 27 Oct 2015

CATHOLIC FAMILY IS BEAUTIFUL by Father Cantalamessa

Monday, 26 Oct 2015

Anda mempunyai pertanyaan / komentar / saran mengenai BPN PKK, silahkan email kami ke INFO@KARISMATIKKATOLIK.ORG
kami akan segera merespon pertanyaan / komentar / saran Anda secepatnya. IG: @KARISMATIKKATOLIK  YOUTUBE: KARISMATIK KATOLIK INDONESIA

Copyright © 2007-2024 Badan Pelayanan Nasional, Pembaruan Karismatik Katolik Indonesia (BPK PKK).
versi archive 2007 link : WWW.KARISMATIKKATOLIK.ORG/ARCHIVED/