Monday, March 04, 2013    
Logo BPN      
  Pembaruan Karismatik Katolik  
       
buku pengajaran ISAO LOGO Info Iman Katolik BPN PKK pusat informasi artikel iman sharing dan kesaksian tanya jawab berita dan kegiatan hubungi kami

    | PROFIL | KEGIATAN BPN | VISI & MISI ORGANISASI | BAGAN ORGANISASI | BPPG-BPPG |

Cari:



Alkitab Online


Untuk hari ini belum ada !

 

BUKU-BUKU PENGAJARAN


Items
DIPACU OLEH ROH KUDUS

Pembaruan Karismatik Katolik telah menjadi karunia istimewa dari Roh Kudus kepada Gereja untuk membaruinya. Buku ini adalah panduan yang sangat berguna bagi setiap orang untuk memahami sifat asli dari Pembaruan Karismatik Katolik. Pada hari ini, tanggal 16 Oktober, hari peringatan Baptisan saya, dengan sangat bersukacita  saya merekomendasikan buku ini kepada para gembala umat dan para pemimpin Pembaruan agar supaya dapat membantu mereka di dalam membimbing gerakan itu pada arah yang benar di dalam keuskupan dan daerah mereka. ... [more info]



Items
PEDOMAN DASAR

Telah tersusun PEDOMAN DASAR dengan kepanitiaan yang diketuai oleh Romo Antonius Gunardi, MSF. Pedoman dasar ini telah diterima dan disahkan oleh KWI dalam Sidang tahunannya, November 2005.... [more info]



Items
VISI DAN MISI PEMBAHARUAN KARISMATIK KATOLIK di IN

Mengingat perkembangan Karismatik di Indonesia yang cukup pesat, tetapi tanggapan umat maupun pimpinan Gereja yang sering masih simpang-siur, maka dirasa semakin dibutuhkan bimbingan dan pengarahan dari pimpinan Gereja yang resmi, yang lebih jelas dan sesuai dengan iman Gereja. ... [more info]



Tentang BPN PKK : PROFIL
MGR.MICHAEL COSMAS ANGKUR OFM

Items


Melayani dengan Sederhana

Anak petani kelahiran Flores ini menjalani proses panggilan imamatnya sejak ia masih anak-anak. Hingga 40 tahun ia mengabdikan diri sebagai abdi Allah, ia tetap ingin rendah hati, berusaha menjalani dan menerima keterbatasannya.

Mgr. Michael Cosmas Angkur OFM (70), putera daerah kelahiran Lewur, Manggarai, Flores ini awalnya tak bercita-cita menapaki jalan imamat. Masa kecilnya bersama teman-temannya ketika bersekolah di SR (Sekolah Rakyat), menghantarnya perlahan berproses menjalani panggilan imamat. Proses sederhana sejak tahun 1951 itu terjadi saat ia memilih melanjutkan SD (Sekolah Dasar) ke seminari. Karena teman-temannya melanjutkan ke seminari, ia pun melakukan hal yang sama.

Di masa sekolah itu, ia mulai belajar bahasa Belanda saat kelas IV SD. Angkur kecil yang lahir 4 Januari 1937 itu beruntung, kedua orang tuanya tak melarangnya melanjutkan studi ke seminari. Menurutnya, bantuan yang diberikan orang tuanya  bersifat pasif, yaitu dengan tidak melarang anak melanjutkan studi kemana pun. “Mereka terbuka terhadap kesempatan belajar / pendidikan untuk anak-anak. Mereka buta huruf, tetapi anak-anak dipaksa sekolah,” tuturnya mengisahkan sikap orang tuanya.

Di usia 14 tahun, anak kelima dari delapan bersaudara ini masuk Seminari Matoloko, Bajawa. Letak seminari ini memang jauh dari rumah, karena itulah ia pulang ke rumah setahun sekali. Meski menghadapi berbagai kesulitan, salah satunya karena orang tuanya adalah petani, ia mendapat dukungan dari kakak sepupu yang turut berperan mendukung pendidikannya. Ia pun belajar menyesuaikan diri. “ Dari anak kampung belajar menyesuaikan diri dengan pendidikan di seminari, “ tuturnya. Konsekuensi pilihan ini membuatnya memelajari bahasa Latin, Inggris, dan Belanda.

Studi lanjutan SMP dan SMA tetap ia jalani di Flores. Diusia 23 tahun, ia berhasil menamatkan studinya dan memilih melanjutkan studi pada Tarekat OFM di Jawa. Ketertarikannya pada Tarekat OFM berlatar belakang karena sosok para pastor OFM telah ia kenal sejak masih di Flores. Para pastor OFM itu telah berkarya di parokinya sejak tahun 1953. Tak hanya itu, para pastor itu kerap bertandang ke rumahnya. Karena  inilah, ia memiliki pengalaman kedekatan bersama para pastor Fransiskan. Semangat kesederhanaan para pastor OFM dan nilai kesederhanaan pada keluarganya, membuatnya memilih memasuki Tarekat OFM. “Kesederhanaan dari para pastor OFM ini tampak dari “kemiskinan” mereka. Mereka itu ramah dan bersaudara,” kenangnya.

Selanjutnya, pendidikan di seminari menengah ia jalani selama tujuh tahun. Kemudian di tahun 1960-an, ia melanjutkan pendidikan ke seminari tinggi di Cicurug, Sukabumi. Tahun 1965, ia pindah ke Yogyakarta dan melanjutkan studi teologi. Saat itu zaman G30S/ PKI. Hingga akhirnya, 14 Juli 1967, ia ditahbiskan menjadi imam OFM di Gereja Katedral, Bogor. Uskup pentahbis saat itu adalah Mgr. Nicholas Geise OFM.

 

Gembala di Karismatik Katolik Nasional

Penugasan Mgr. Angkur OFM sebagai Penasihat Episkopal BPN (Badan Pelayanan Nasional) terjadi berawal dari permintaan langsung BPN Karismatik Katolik, tahun 1998. Saat itu, Mgr. Angkur yang masih tergolong awam dengan Gerakan Karismatik, diminta  menggantikan Mgr. Kerubim Parera SVD, Uskup Sumba. “Saat itu saya diminta apakah bersedia mendampingi BPN sebagai uskup penasihat. Awalnya saya merasa bukan orang Karismatik, dan hanya bersedia membantu rekan pastor,” kenangnya. Namun, meski tergolong masih awam, ia menghargai Karismatik sebagai gerakan yang dikendalikan Roh Allah. Dan karena gerakan ini sejalan dengan Gereja Katolik, hal inilah yang didukungnya.

Hingga di tahun 2005, ia mulai merasa bahwa penugasan sebagai penasihat episkopal itu sebaiknya merupakan penugasan resmi dari KWI. Karena hal inilah, disusunlah statuta. Sebagai konsekuensi dari hal itu, ia pun mundur dari penugasannya, sebelum akhirnya dipilih kembali untuk mendampingi BPN sebagai penasihat episkopal. Ia memperoleh penugasan resmi oleh KWI, Januari 2007.

Ia bersyukur pada angin segar yang dihembuskan KWI pada Gerakan Karismatik.  Setelah tahun 2006, KWI menyambut dan merangkul kehadiran Karismatik melalui kehadiran seorang uskup penasihat. Sebagai sebuah gerakan awam yang besar, ia tidak ingin Karismatik menjadi gerakan yang tak terarah. Bila ada keuskupan yang hingga kini belum bisa menerima kehadiran Karismatik, hal ini menjadi bukti bahwa bila Gerakan Karismatik tak didampingi, bisa menjadi hal yang merugikan Gereja Katolik. Sejauh ini, ia menghargai siapa pun yang berkarya di bawah pimpinan Gereja Katolik, tetapi jika menolak kehadiran dampingan pastor atau uskup, ini jelas tidak sehat. “Saya ingin membawa Gerakan Karismatik pada gerakan hirarki gereja dan para uskup menjadi dekat dengan Karismatik,” tuturnya. Apa yang menjadi cita-citanya ini, pernah ia ungkapkan pada Konvenas di Surabaya.

Selama menjalani tugasnya di BPN, ia berprinsip bahwa harus ada kesatuan di dalam Gerakan Karismatik. “Saya tidak ingin ada pertentangan,” tegasnya. Maka ia pun mengedepankan unsur keharmonisan dalam BPN. Ia berharap, sebagai gerakan umat, Gerakan Karismatik harus bertanggung jawab dengan tetap berjalan sesuai aturan Gereja Katolik. Konsolidasi Gerakan Karismatik mulai gencar dilakukan sejak tahun 2000, saat terjadi Konvenas di Bandung. Ia pun mengadakan pembenahan BPK, agar tetap setia pada Gereja Katolik. Menurutnya, bila pada gerakan ini pernah terjadi perpecahan, ia menilai hal itu hanya berasal dari segelintir orang tertentu. “Ada orang yang menjadikan masalah pribadi menjadi masalah kelompok. Mereka tidak setia pada Injil, juga pada roh kesatuan,” tegasnya.

Pada aktivitasnya di BPN, ia juga hadir pada pertemuan berkala konvenas. Dengan penugasannya di BPN, ia berusaha memotivasi dan mendukung badan pimpinan supaya menjalankan misinya dengan benar. Sebagai gembala, ia mendukung Gerakan Karismatik sebagai gerakan kaum awam yang berkomitmen tinggi. “Banyak orang mengatakan bahwa Karismatik menjadi semakin baik setelah ditangani awam. Ada pastor-pastor yang berperan mendampingi mereka. Saya hanya mengayomi, menjadi payung,”ungkapnya. Ia melihat bahwa para religius ini berperan merekatkan umat. “Saya  berhutang budi pada para imam yang ada pada gerakan itu. Mereka begitu berkomitmen membantu umat,” tuturnya.

Sejauh ini ia menilai bahwa sejak tahun 2001, Gerakan Karismatik sudah bisa bekerja sama dengan  baik. Hal ini tampak dari aktivitas BPK (Badan Pelayanan Karismatik) yang tetap setia menjalankan berbagai acara pembinaan, contohnya : rapat inti, rapat pleno, dll. Dan untuk mendukung hal ini, ia pun berusaha untuk hadir. Dengan perkembangan baik tersebut akhirnya dapat menciptakan sebuah kelompok yang bisa menjadi contoh bagi yang lain.

Ia bersyukur bahwa pembinaan ini juga telah menghasilkan akibat yang positif pada area yang lebih luas. Dalam pertemuan Karismatik seluruh Asia “ ICRAS “ di Singapura, tampak bahwa Karismatik Indonesia rukun dengan uskup, imam, dan umat. Karena hal inilah, Karismatik Indonesia mendapat kepercayaan sebagai tempat penyelenggaraan Kongres I ISAO. Mgr. Angkur sendiri dipercaya menjadi Penasihat Episkopal ISAO, sedangkan Felix Ali Chendra menjadi Wakil Presiden ISAO. “Ini menjadi akhir dari pembinaan yang bertahap dari PD, BPG, BPK, dan BPN,” tuturnya.

 

Sisi Keprihatinan

Namun di balik hal baik itu, Mgr. Angkur juga memiliki keprihatinan tersendiri. Untuk menjaga para anggota Karismatik setia menjaga visi dan misi Karismatik, ia berharap agar Gerakan Karismatik tak ditujukan untuk kepentingan diri sendiri. Gerakan ini harus dikembalikan pada posisi sebenarnya. ” Bila ada yang mengkritik, tujuan akhir Gerakan Karismatik adalah hidup baru dalam roh, dan hidup baru membutuhkan pertobatan,” tuturnya. Keprihatinan lain yang dimiliki adalah adanya anggota Karismatik yang membuat jarak dengan paroki dan pastor. “Diharapkan untuk tidak menentang dan harus taat pada pastor.” Sebaliknya ia juga berharap agar hirarki tidak memberikan cap Gerakan Karismatik sebagai gerakan gadungan.

Maka untuk mendukung hal itu, ia berharap agar PD harus dibina, karena di sanalah basis umat. Sebagai basis yang berlatar belakang anggota yang beragam, PD menjadi rawan dengan perpecahan hanya karena soal-soal sepele, contohnya karena komunikasi yang tidak lancar. “Jangan karena ada hal-hal sepele, mulai ada PD baru. Ini mengacu dan kembali pada prinsip kesatuan dengan induk dan gereja,” ujarnya. Pembinaan ini penting, sebab bila tak dibina dapat menjadi malapetaka besar. “Bila hal baik dan buruk bersatu, maka ada hal baik yang akan menyala,” tuturnya. Ia juga berharap agar gerakan ini dapat melayani dengan sederhana.

Dan mengacu pada tugas yang dijalaninya di Komisi Keluarga  KWI (1994-2000, 2006-sekarang), sebagai uskup ia pun berharap agar Gerakan Karismatik memperhatikan keterlibatan dan dukungan keluarga pada keanggotaan Karismatik. Menurutnya, hal ini perlu agar keluarga-keluarga Karismatik sungguh-sungguh Katolik dan sungguh-sungguh warga negara. “Karismatik bukan sebagai tempat pelarian dari keluarga,” tegasnya. Kedepannya ia berharap agar Karismatik terus hidup dan keluarga Karismatik juga harus berbuah.

 

Beragam Karya

Mgr. Michael Cosmas Angkur OFM telah berkarya di berbagai bidang selama perjalanan imamatnya. Selepas tahbisan, ia ditugaskan di Paroki Waning, Flores, Oktober 1967-Desember 1968.  Di tahun 1969, ia bertugas di Paroki Sentani dan Wamena, Irian Barat. Sejak 1969, ia membuka paroki baru di Irian Barat dengan kondisi sederhana, yaitu Paroki Hepuba (1969-1977) dan Paroki Elegaima (1974-1977).

Selain karya pastoral, ia juga berkarya di kemasyarakatan. Sejak 1970-1971, ia sempat menjadi ketua merangkap anggota DPRD tingkat  II Jayawijaya. Kemudian sejak 1971-1982, ia menjadi anggota DPRD tingkat I  Irian Jaya. Ia juga sempat menjadi anggota pembina Golkar Lembah Baliem, Irian Jaya, 1971-1977.  Di bidang politik ini, ia menghayati tugasnya sebagai saudara.

Dalam era 1977-1979, saat berada di Jayapura, ia juga bertugas di Gereja Katedral Kristus Raja, Jayapura. Sebagai seorang yang bersemangat Fransiskan, ia sempat dipilih menjadi Pemimpin Fransiskan Provinsi Indonesia, 1979-1989. Sejak saat inilah, ia terlibat di percaturan nasional dan internasional. Dan berkaitan dengan tugasnya sebagai pimpinan tarekat, ia aktif sebagai Ketua MASI (Majelis Antar Serikat Imam Indonesia) dan Ketua MASRI (Majelis Antar Serikat  Religius Indonesia), 1984-1987.

Saat menjadi pimpinan tarekat itu, ia juga membantu Keuskupan Agung Jakarta sebagai konsultan (dewan imam) dan deken.  Dan sejak 1989-1993, saat telah melepaskan tongkat kepemimpinan di tarekat, ia menjadi Pastor Paroki Paskalis, Cempaka Putih, Jakarta. Selanjutnya, ia menjadi Direktur PA Vincentius Putera, tahun 1994. Tugas imamatnya menjadi uskup mulai dipersiapkan sejak ia terpilih menjadi Uskup Bogor oleh Tahta Suci, 10 Juni 1994. Hingga kemudian ditahbiskan menjadi  Uskup Bogor oleh Mgr. Leo Soekoto, 23 Oktober 1994. Di tahun 2000-2006, ia menjadi Ketua Komisi Pendidikan KWI.

 

Memaknai Langkah Imamat

Dari perjalanan imamatnya selama 40 tahun, ia memiliki semboyan bahwa dalam tugasnya ia bersedia untuk menjalaninya selama hal itu berguna bagi orang lain. “ Saya akan memberikan tanggung jawab bilamana dipercaya,” tuturnya. Selama ini, berbagai tugas yang dilakukan ia jalani karena ia ingin dekat dengan orang lain dan menjadi saudara bagi sesama. “Hingga saat ini, saya masih mengadakan kontak dengan umat di Irian Jaya,” tuturnya.

Sepanjang ia menjalani panggilan imamatnya, ia merasa bahwa panggilan itu bukan berasal dari dirinya, bukan juga dari ibu dan ayahnya, tetapi adalah karunia yang harus dikembangkan demi orang lain. Panggilan ini ia tanggapi dengan mengabdikan diri sebagai uskup, imam, dan sebagai anggota masyarakat. Meski berbagai karya telah dilakukan, ia tak berniat menjadi sombong. “Saya ingin menghargai orang lain sebagai saudara, memiliki banyak teman,” tuturnya. Dengan cara inilah maka umat berharga di mata uskup, dan sebaliknya, uskup juga berharga di mata umat.  Pengalaman inilah yang membuatnya merasa ditolong. Saat bertugas di Irian Jaya, setinggi atau sesederhana apapun, mereka berharga. Hingga saat ini, ia bersyukur karena diberi kepercayaan dari umat Tuhan. “Penghargaan ini terlalu besar, padahal saya merasa hanya seorang anak petani,” tuturnya.

Penggemar ekologi ini lebih memilih memanfaatkan waktu luangnya dengan berkebun. Ia cukup merasa senang bila orang lain bisa menikmati hasil ia berkebun, misalkan dengan menikmati umbi hasil olahan berkebunnya. Atau, ia cukup merasa senang bila sepulang sekolah, anak-anak datang padanya untuk minta berkat melalui dirinya. Hal-hal kecil ini membuatnya merasa diterima oleh kelompok dan umat, membuatnya merasa hidup dan bersemangat, meski sedikit saja yang bisa disumbangkannya.

 

Yohana Sri W.

 

sumber: Majalah Warta Shekinah

 


    Informasi lain mengenai : PROFIL :
  • Mengunjungi Koordinator BPPG Semarang Plus di kota Malang
    BPPG Semarang Plus mencakup BPK-Semarang, BPK Purwokerto, BPK Surabaya, BPK Malang, BPK Denpasar dengan Bpk. Hendrono sebagai Koordinatornya. Beliau telah bertugas pada periode 2002 - 2005 dan kembali ditugaskan untuk periode  2005-2008.Dalam kesempatan berwawancara dengan beliau Warta Shekinah menanyakan apa kiatnya menjadi koordinator yang dinilai berhasil baik sehingga terpilih kembali. Beliau menjawab bahwa kiatnya adalah kerjasama yang baik dari BPK-BPKnya [lebih lengkap ...]

  • Mengenal Lebih Dekat dengan Dr.Gun
    Sejak hidup baru tahun 1984 hidup doa mulai tumbuh, bahkan pernah mengalami masa semacam jatuh cinta kepada Yesus, membaca kitab suci sampai berjam-jam bahkan pernah sampai 4 jam, seperti mengejar ketinggalan karena dulu tak pernah membaca KS. Pembimbing, seorang pastor, menasihatkan agar jangan berlebihan karena dapat menimbulkan kebosanan dant idak baik kalau meninggalkan pekerjaan-pekerjaan dunia. Sekarang kami tetap berdoa meskipun kadang-kadang mengalam masa kering dan menerapkan disiplin, doa dengan firman selama 1 jam atau lebih,”demikian kata Pak Gun. [lebih lengkap ...]

  • Meretas Jalan Imamat
    Dibesarkan dalam latar belakang keluarga Katolik, serta dukungan Tarekat MSF, telah membentuk Pastor Antonius Gunardi Prayitna, MSF menjadi imam yang memiliki daya juang dan rasa  kekeluargaan yang besar untuk umat. [lebih lengkap ...]

  • Profil - Maria Helena Monica Judy Nuradi
    Sosok wanita yang low profile ini, adalah Kepala Sentra Evangelisasi Pribadi Santo Yohanes Penginjil BPK PKK Surabaya tahun jabatan 2003 sampai dengan tahun 2009. Berangkat dari keluarga bukan Katolik, sosok yang akrab dipanggil ibu Judy ini, mengenal agama Katolik dari Sekolah Katolik dimana beliau menuntut ilmu sejak kecil.
    [lebih lengkap ...]

  • Andreas Sardjono, Koordinator BPPG PKK Palembang
    Sore menjelang malam di kota Palembang saat itu angin bertiup sepoi-sepoi basah seakan sebentar lagi akan turun hujan. Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Bpk. Andreas Sarjono, Koordinator BPPG PKK Palembang, datang bersama ibu Maria Josephine Tyra. Hujan gerimis mulai nampak turun. Akhirnya kami memutuskan wawancara dilakukan sambil makan malam di restoran yang ada di hotel yang jaraknya hanya sekitar 1,5 km rumah keluarga bapak Andreas.
    [lebih lengkap ...]

  • Wawancara dengan Bapak Joseph Tedjaindra dan Ibu irene Tedjaindra
    Bapak Joseph Tedjaindra adalah awam pertama yang menjabat sebagai Koordinator Badan Pelayanan Nasional Karismatik Katolik Indonesia.Khusus untuk Perayaan 25 tahun BPN, beliau dan isteri mau diajak berwawancara dan bertanya-jawab. [lebih lengkap ...]

  • PROFIL : JUNGKY JUNANTO
    Kali ini Warta Shekinah (WS) memilih seorang tokoh muda sebagai “Profil”. Seorang profesional muda yang aktif bukan saja dalam dunia usaha tapi juga giat berkiprah dalam pelayanan sosial kerohanian. Ayah dari dua orang putra ini bernama Jungky Junanto. Saat ini Jungky Junanto menjabat antara lain sebagai Ketua Sie Kepemudaan BPN PKKI periode 2009 – 2012. Penulis mewawancarai beliau dari jarak jauh, namun terasa sangat dekat seperti layaknya bertatap muka, yaitu melalui surat elektronik (email).  [lebih lengkap ...]

     
Copyright © 2007 Pembaruan Karismatik Katolik. All rights reserved.