Monday, March 04, 2013    
Logo BPN      
  Pembaruan Karismatik Katolik  
       
buku pengajaran ISAO LOGO Info Iman Katolik BPN PKK pusat informasi artikel iman sharing dan kesaksian tanya jawab berita dan kegiatan hubungi kami

    | Artikel Menarik | ROH KUDUS | TEOLOGI | SABDA TUHAN | SAKRAMEN | DOA | EVANGELISASI | ICCRS Newsletter | KONVENAS XII - Jakarta 2012 |

Cari:



Alkitab Online


Untuk hari ini belum ada !

 

BUKU-BUKU PENGAJARAN


Items
DIPACU OLEH ROH KUDUS

Pembaruan Karismatik Katolik telah menjadi karunia istimewa dari Roh Kudus kepada Gereja untuk membaruinya. Buku ini adalah panduan yang sangat berguna bagi setiap orang untuk memahami sifat asli dari Pembaruan Karismatik Katolik. Pada hari ini, tanggal 16 Oktober, hari peringatan Baptisan saya, dengan sangat bersukacita  saya merekomendasikan buku ini kepada para gembala umat dan para pemimpin Pembaruan agar supaya dapat membantu mereka di dalam membimbing gerakan itu pada arah yang benar di dalam keuskupan dan daerah mereka. ... [more info]



Items
PEDOMAN DASAR

Telah tersusun PEDOMAN DASAR dengan kepanitiaan yang diketuai oleh Romo Antonius Gunardi, MSF. Pedoman dasar ini telah diterima dan disahkan oleh KWI dalam Sidang tahunannya, November 2005.... [more info]



Items
VISI DAN MISI PEMBAHARUAN KARISMATIK KATOLIK di IN

Mengingat perkembangan Karismatik di Indonesia yang cukup pesat, tetapi tanggapan umat maupun pimpinan Gereja yang sering masih simpang-siur, maka dirasa semakin dibutuhkan bimbingan dan pengarahan dari pimpinan Gereja yang resmi, yang lebih jelas dan sesuai dengan iman Gereja. ... [more info]



Artikel Iman : SABDA TUHAN
ACTION

Items


ACTIONS

REKOLEKSI oleh Rm. Adrian Adiredjo, OP

 

Pengantar

 

SETIAP Pertemuan Pleno Kecil, yakni bertemunya anggota BPN Harian dengan para perwakilan BPPG serta Pengurus Seksi-seksi BPN, diharapkan dimulai dengan siraman rohani berupa Rekoleksi. Kali ini dibawakan oleh Romo Adrian Adiredjo OP, dari Pontianak, yang baru saja diangkat menjadi Moderator mendampingi Seksi Kepemudaan BPN. Secara utuh pemaparan bahan Rekoleksinya yang disajikan pada Jum at petang, 20 Maret, 2009, di Sawangan Golf, Depok, seperti berikut.

 

“Kamu akan menerima kuasa kalau Roh Kudus turun atas kamu!” (Kis 1:8)

 

Dunia mencintai kuasa. Seorang filsuf yang sangat terkenal bernama Nietzsche mengatakan bahwa yang paling berarti dalam hidup adalah “kehendak untuk berkuasa.” Hidup menjadi bergairah karena ada permainan kuasa. Bahkan mereka yang sangat berkuasa, akan mempertaruhkan hidupnya untuk mendapatkan kuasa yang lebih besar.

 

Anda setuju dengan pemikiran ini?

 

Lihat bagaimana para murid Yesus pun mencintai kuasa (Markus 9:33-37). Lihat juga bagaimana kedua murid yang berjalan ke Emmaus masih berharap bahwa Yesus akan menjadi penguasa pembebas mereka, dan mereka bisa ambil bagian dalam kemuliaan itu (Lukas 24:19-20). Paus Benediktus XVI, ketika memberikan pengajaran mengenai “The Ecclesiology of Vatican II”, saat itu sebagai Kardinal Ratzinger mengatakan, “Sementara Gereja menderita, kita sibuk sendiri dengan topik favorit kita: siapa yang lebih berkuasa?”

 

Bagaimana dengan PKK?

 

Jelas banyak dari anggota PKK tertarik mengikuti PKK karena pengalaman yang dialami lewat SHB. Kuasa Roh Kudus menjadi sangat nyata. Apalagi ketika karisma-karisma dalam Kor. 12-14 mulai terlihat. Sungguh apa yang dikatakan dalam Kis 1:8 menjadi nyata. “Luar biasa”, “dahsyat” adalah komentar-komentar yang sering muncul dalam sesi pencurahan Roh Kudus.

 

Apa bahaya dari situasi ini?

1.  Dengan kuasa Allah yang sungguh nyata, banyak orang dengan mudah terkecoh melihat bahwa kuasa itu adalah kuasa sang pelayan. Tidak heran sering timbul gejala “individual cult” dalam gerakan PKK. Karisma menyembuhkan, karisma berkhotbah dilihat punya korespondensi langsung dengan karisma kepemimpinan. Tidak mengherankan kalau banyak dari mereka yang dilihat sebagai yang “berkarisma” juga membentuk komunitas, atau PD. Bagaimana kepemimpinan mereka?

Berbagai masalah sering dilihat hanya dari sisi spiritualitas: “Kamu kurang berdoa!”

2.  Mereka yang dibakar dengan api roh kudus pun banyak yang akhirnya mulai tergerak untuk melayani dalam pembaharuan. Tidak sedikit dari mereka, yang karena posisi yang tinggi di dunia sekular, juga diangkat menjadi pemimpin dalam pembaharuan, tidak lama sesudah mereka terlibat dalam PKK. Apa dampaknya bagi PKK?

Komunitas bisa dilihat hanya sebagai sebuah organisasi. Anggota komunitas dilihat sebagai personel. Yang baik dihargai, yang tidak baik dilupakan. Pelayanan bisa dilihat sebagai kesempatan karir atau mendapat nama. Godaan materi pun bisa hadir.

 

Santo Paulus mengatakan, “mendambakan kepemimpinan adalah ambisi yang terpuji.” (Timotius 3:1) Almarhum Yohanes Paulus II—sering kali dikutib oleh ICCRS—juga mengingatkan, “ada kebutuhan yang mendesak untuk mewartakan sabda Allah dengan kuasa, juga dengan formasi Kristiani yang padat dan mendalam. Sungguh besar kebutuhan akan para pemimpin Kristen yang dewasa, yang sadar akan panggilan mereka dan misi dalam Gereja dan dalam dunia!”

Bagaimana PKK Indonesia menanggapi panggilan ini? Apakah PKK sudah menanggapi panggilan ini dengan serius? Untuk memfasilitasi refleksi kita lebih jauh mengenai kepemimpinan, saya ingin mengajak anda untuk melihat sebuah perikop.

 

Misi Kepemimpinan: Yang Buta Melihat (Markus 10:46-52)

 

1.  Kenyataan orang buta di sekitar kita

Kebanyakan orang buta menderita dua kali. Mata adalah jendela hati. Mereka tidak bisa melihat dan dilihat.

Orang buta mengingatkan kita akan mereka yang hidup dalam kepahitan, kegelapan, ketakutan. Mereka sering kali tidak mampu mengenali keindahan hidup. Hidup sering kali menjadi sangat pahit buat mereka. Mereka dibutakan oleh masa lalu mereka. Rahmat Allah adalah sesuatu yang asing buat mereka.

Lebih menyedihkan lagi, mereka, karena berbagai hal, tidak mau membuka diri terhadap rahmat. Mereka tidak membiarkan sentuhan-sentuhan kasih menjadi bagian dari hidup mereka. Mereka terlalu terbiasa tersingkir. Menjadi bagian dari hidup orang lain secara bermakna, sering kali bahkan tidak terpikir. Jendela hati mereka tertutup buat orang lain.

“Biarkan saya sendiri!” Di terima apa adanya, dengan segala kepahitan dan kekurangan mereka, seolah menjadi sesuatu yang tidak mungkin.

 

2.  Rahmat Allah yang menyelamatkan: “Yesus Anak Daud, kasihanilah aku.”

Namun rahmat Allah selalu lebih besar dari realitas hidup manusia. Peristiwa-peristiwa rahmat itu terjadi di luar rencana manusia, lebih besar dari pikiran manusia.

Dengan rahmat Allah, Bartimeus ternyata mampu mengenali Yesus yang hadir di dekatnya. Ia mampu mendengar apa yang orang-orang di sekitarnya sampaikan. Banyak yang mendengar, namun berapa banyak yang percaya? Apalagi untuk seorang yang begitu lama hidup dalam kepahitan. Namun Roh kudus berhembus secara bebas. Ia bekerja di luar pikiran kita. Rahmat Allah membuat Bartimeus mampu mengenali Yesus. Ia mampu melihat dengan mata hati. Ia mampu melihat sesuatu yang tidak mampu dilihat bahkan oleh banyak dari mereka yang punya penglihatan normal: Allah yang hidup, Allah yang kuasa. Rahmat Allah bekerja bahkan sebelum orang buta itu memintanya.

Bartimeus mengingatkan kita bahwa pada akhirnya, yang terpenting bukanlah apa yang terjadi dalam hidup kita, tapi bagaimana kita menanggapi apa yang terjadi dalam hidup kita. Bagaimana kita menanggapi kebutaan tersebut? Dengan kepahitan? Atau dengan keterbukaan terhadap rahmat? Kebutaan menjadi kesempatan untuk Allah bekerja.

Injil Matius 18:12-14, mengenai domba yang hilang, mengingatkan kita semua, bahwa kalau saat ini kita hidup dekat dengan Allah, kita tidak perlu berbangga hati. Kita bisa masuk ke kawanan 99, itu semua karena dulu, Allah juga mencari kita, domba yang hilang. Kalau saat ini kita mampu melihat, kita tidak perlu berbangga hati. Kita perlu membantu mereka yang buta untuk mampu melihat. Kita perlu mengantar mereka pada Yesus. Namun yang terjadi sering kali malah sebaliknya.

 

3.  Apakah saya membawa yang buta pada Yesus? Atau menyuruh nya diam?

“Orang-orang di sekitarnya menyuruhnya diam.”

Betapa sering kita menjadi tidak peka terhadap mereka yang membutuhkan kita. Kita terlalu sibuk dengan “Yesus” kita, atau dengan urusan “pelayanan” kita masing-masing, sehingga kita lupa akan sesama. Kita buta akan kehadiran mereka.

Sebagai pemimpin, kapan terakhir kali kita merasa tergetar dengan kemanusiaan yang terabaikan? Dengan kemiskinan? Dengan penderitaan di sekitar kita? Atau bahkan dengan kekerdilan jiwa dari mereka yang kita layani?

Atau kita hanya sibuk menikmati kasih Allah dalam hidup kita? Menikmati ekstasi di mana kita bisa sungguh merasakan Allah hadir?

Berada di sekitar, atau lebih dekat dengan Yesus, ternyata tidak secara otomatis membuat kita jadi baik. Berapa banyak dari kita yang “melayani” ternyata tidak lebih baik dari mereka yang bahkan tidak mengenal Yesus. Apakah kita seperti mereka yang meminta orang buta itu diam? Apakah kita seperti mereka yang berada di dalam rumah Kapernaum, yang tidak peka terhadap yang lumpuh karena kita terlalu asik dengan Yesus? (Markus 2:1-5)

Kepemimpinan yang sibuk dengan aktualisasi diri yang egoistic adalah kepemimpinan yang gagal. Yeremia mengingatkan kita, “Apa yang Kubangun akan Kuruntuhkan, yang Kutanam Kucabut. Masakan engkau mencari hal-hal yang besar untuk dirimu sendiri? Janganlah mencarinya!” (Yeremia 45:4-5)

 

4.  Bagaimana membangun kepemimpinan yang sehat?

Yesus memberi kita dua hal yang sangat fundamental buat kita semua untuk mampu mengembangkan kepemimpinan kita.

“Ia berdiri diam” (Jesus stopped or Jesus stood still).”

Yesus berdiri diam. Sangat sederhana. Di tengah keramaian, di tengah kesibukan, di tengah penuhnya rasa kagum dari banyak orang yang mengikuti dia, di tengah banyak gerakan, banyak kata-kata di sekitar mereka, Yesus berdiri diam. Yesus masuk dalam keheningan hatinya.   .

 

4.a. Keheningan menghubungkan kita dengan diri kita sendiri.

Sebagai seorang pemimpin sering kali kita sibuk dengan berbagai hal sehingga tidak punya waktu untuk masuk dalam keheningan. Apalagi, kita hidup dalam kebudayaan sukses, yang mengkondisikan kita untuk memakai topeng yang membuat kita merasa hebat. Pada akhirnya topeng ini bahkan memisahkan kita dari diri kita. Kita tidak mengenal lagi diri kita. Kita tidak tahu lagi apa visi kita, prioritas kita, bagaimana kita bersikap, dsb. Oleh karena itu, kita perlu berlatih dan terus berlatih mendengarkan suara dari kedalaman diri kita.

Dengan mendengarkan suara itu secara jernih, kita bisa melihat visi hidup kita dengan lebih jelas. Lebih jauh lagi, visi ini sungguh menjadi bagian yang hidup, yang bernyala dari diri kita. Kita menjadi pribadi yang spontan. Timothy Radcliffe, dalam khotbah penutup retreat imam Indonesia bulan Januari yang lalu, mengatakan bahwa spontanitas bukan berarti kita melakukan apa yang pertama kali hadir dalam pikiran kita, tapi bertindak dari kedalaman diri kita.  Tapi bagaimana kita bisa bertindak dari kedalaman diri itu kalau kita tidak pernah memberikan waktu untuk mendengarkan dan memelihara suara dari kedalaman?

Tanpa keheningan, kita hanya akan menjadi pemimpin yang hidup bukan dengan kekuatan dari dalam, tapi dikendalikan oleh suara-suara dari luar yang hanya memuaskan ke aku an kita.

 

4.b. Keheningan menghubungkan kita dengan sesama dan situasi di sekitar kita.

Dengan sangat spontan Yesus mampu mendengar tangisan yang orang lain di sekitarnya tidak mampu dengarkan.

Tanpa keheningan, bagaimana kita mampu mendengarkan teriakan minta tolong di sekitar kita? Lebih jauh lagi, tanpa keheningan bagaimana kita bisa mendengarkan nilai-nilai baik yang hidup di sekitar kita? Konferensi Uskup Filipina pernah mengatakan, “tidak ada orang yang sangat miskin yang tidak bisa memberikan sesuatu pun. Tidak ada orang yang sangat kaya yang tidak bisa menerima sesuatu pun.” Kalau saja kita mau mendengarkan berbagai hal positive di sekitar kita, ada banyak hal yang bisa kita pelajari.

Juga tak kalah pentingnya, keheningan memampukan kita membatinkan berbagai nilai yang kita dapatkan dari lingkungan sekitar kita. Kalau nilai-nilai itu tidak kita batinkan, nilai-nilai itu hanya akan menjadi kerdil atau bahkan mati. Nilai-nilai itu perlu hidup, sehingga terpancar dalam berbagai tindakan kita. Stephen Covey menekankan bagaimana kepemimpinan selalu berfungsi dari dalam ke luar (from inside out). Kepemimpinan yang efektif, adalah kepemimpinan yang mengalir dari kedalaman diri, bukan sekedar dari pemikiran-pemikiran dan rencana-rencana besar. Tanpa banyak berkata-kata sekalipun, orang-orang di sekitar kita bisa merasakan kepemimpinan kita.

 

4. c. Keheningan menghubungkan kita dengan Allah.

Santo Agustinus menunjuk pada satu parallel yang indah antara Pentakosta dan peristiwa Musa menerima sepuluh perintah Allah:

“Siapa yang tidak tersentak dengan kebetulan ini? Lima puluh hari sesudah perayaan Paskah di Mesir… sampai hari ia menerima sepuluh perintah Allah serupa dengan lima puluh hari sesudah perayaan Paskah Kristus, Roh Kudus hadir untuk umat Allah.”

Raniero Cantalamesa melihat parallel ini, menunjukan bahwa “Roh Kudus adalah hukum yang baru.”  Roh Kudus menyempurnakan hukum yang lama. Hukum itu adalah Roh yang hidup, yang memberi hidup yang baru. Seorang pemimpin perlu mendengarkan Roh ini yang hidup dalam hatinya.

Santo Dominikus selalu mengingatkan para pengikutnya untuk “berbicara dengan Allah sebelum berbicara tentang Allah.” Allah hidup dan berbicara dalam keheningan hati kita.

 

Keheningan adalah bagian fundamental dari hidup seorang pemimpin.

 

5.  Setelah masuk dalam keheningan, Yesus bertanya, “apa yang kau kehendaki?”

Yesus tahu apa yang di kehendaki Bartimeus. Namun demikian, ia tetap bertanya kepadanya. Saat itu, Yesus tidak memusatkan perhatiannya pada dirinya sendiri, tapi pada Bartimeus. Bartimeus bukan lagi sekedar obyek penderita. Ia bukan lagi hanya menjadi obyek pelayanan. Ia saat itu menjadi pribadi yang dihargai. Sebelum Yesus menyembuhkan matanya, Yesus menyembuhkan hatinya. Si buta di ajak untuk menemukan kembali martabatnya, yang mungkin sudah ia lupakan. Ia didengar. Ia dihargai. Ia dicintai. Keinginannya, harapannya, mimpinya saat itu menjadi hidup kembali.

Apakah kita mampu mendengarkan orang-orang di sekitar kita sebagai sesama manusia? Atau mereka hanya obyek yang perlu didengar sejauh mereka berguna buat kita, sejauh mereka bisa menambah kebesaran nama kita?

 

5.a. Para pemimpin yang terbaik, mereka yang hebat, adalah mereka yang mampu membawa para pengikutnya menemukan hidup. Mereka bukan sekedar mencari pengikut, tapi mereka memberi inspirasi, menghidupkan mimpi pengikutnya, memberi mereka semangat dan kekuatan. Pemimpin bukan lagi menjadi pusat. Mereka tidak berjuang sendiri, tetapi memampukan sesamanya supaya juga menjadi pemimpin yang hebat. Dengan kerendahan hati, mereka keluar dari diri mereka sendiri untuk suatu tujuan yang jauh lebih besar dari sekedar kepuasan diri.

Kepemimpinan yang hebat memampukan tiap orang untuk menemukan tempat mereka di mana mereka bisa bersuara dan berguna. Sejak bertemu Yesus, Bartimeus bukan hanya dikenal sebagai “si buta” tetapi ia dikenal sebagai pengikut Yesus yang punya nama, punya pribadi, punya peran, dan punya kabar gembira yang bisa memberi inspirasi buat kita semua.

 

5. b. Mengembangkan kuasa kasih.

Kasih mengubah yang dikasihi. Kasih mengubah Bartimeus. Tapi kasih juga memberdayakan yang mengasihi.

Anda yang menjalankan tugas kepemimpinan dengan serius tahu benar betapa sulitnya tugas ini. Betapa banyak pengorbanan yang dibutuhkan. Lihat Musa sebagai contoh. Kasihnya pada Allah dan umatNya yang hidup, memampukan Musa untuk meneruskan perjuangannya walaupun umatnya sudah sering mengecewakannya. Kasih itu juga memampukan Musa untuk melihat bukan hanya sisi negatif dari umatnya, melainkan juga sisi positif mereka, potensi mereka.

Kepemimpinan yang sungguh membutuhkan dedikasi. Pemimpin perlu bertahan dalam situasi yang sulit. Bagaimana ini mungkin? Kasih memberdayakan mereka yang mengasihi.

 

5.c. Kasih mempersatukan

Sementara keegoisan memecah belah, kasih mempersatukan. Sementara keegoisan melihat kuasa sebagai kesempatan mendominasi, kasih melihat kuasa sebagai kesempatan melayani. Sementara keegoisan menghancurkan, kasih membangun. Kasih yang sejati selalu membawa persatuan.

 

Penutup

 

Salah satu efek dari Pentakosta adalah, para murid menjadi pribadi-pribadi yang menarik, yang disukai sehingga jumlah mereka selalu bertambah. Bagaimana mereka menjadi pribadi yang menarik? Charming—dari akar kata, karis, rahmat. Rahmat membuat mereka menjadi menarik. Dengan hidup dalam rahmat dan membawa rahmat, mereka menjadi efektif—“jumlah mereka terus bertambah.”

 

Namun demikian, Santo Thomas Aquinas selalu mengingatkan bahwa rahmat dibangun di atas dasar alami—“grace builds on nature.” Untuk menjadi pemimpin yang sungguh, kita perlu terus menerus hidup dalam rahmat, tetapi secara bersamaan terus membangun apa yang alami. Dalam proses pertumbuhan, akhirnya terus menerus terjadi kesatuan antara yang alami dan yang ilahi di dalam diri si pemimpin. Yang alami bukan dihancurkan atau diganti tetapi disempurnakan.

 

Dalam bacaan Injil kali ini kita diingatkan untuk terus mengasah dua hal yang sangat fundamental dalam kepemimpinan: keheningan dan kasih. Kalau kedua hal ini kita kembangkan, saya yakin bahwa kepemimpinan akan menjadi penuh kuasa, namun secara bersamaan menjadi bentuk pelayanan yang sangat effektif.

 

Adakah Bartimeus dalam hidup anda? Banyak dari mereka yang tidak mau bersuara! Selamat melayani dalam kepemimpinan anda.


    Informasi lain mengenai : SABDA TUHAN :
  • Memiliki Hati Seperti Yesus
    Bagaimana kalau Tuhan hidup didalam diri kita dan di dalam hati kita. Dan bayangkan kalau kita hidup dengan hatiNya. PrioritasNya menjadi tindakan kita, kerinduannya menjadi keputusan kita, dan cintaNya mengendalikan perilaku kita atau kebiasaan kita. [lebih lengkap ...]

  • MEMBACA ALKITAB DALAM KONTEKS ASIA
    Sebagai aktivis Kerasulan Alkitabiah atau Pelayan Sabda, kita sudah akrab dengan pesan Dokumen Konsili ”Dei Verbum” #26: ”Semua klerisi terutama imam-imam Kristus dan semua orang lain yang sebagai diakon atau katekis secara sah melayani sabda, perlu berpegang pada Kitab Suci melalui bacaan suci yang tekun dan melalui studi yang cermat, agar tidak seorangpun dari  mereka menjadi pewarta lahiriah sabda Allah yang sia-sia, yang tidak menjadi pendengar batin (S. Agustinus)”
    [lebih lengkap ...]

  • DENGAN KOMUNIKASI LEWAT CINTA
    Kitab Suci adalah sebuah love story tentang Allah yang jatuh cinta dan tetap mencintai umat manusia yang berdosa. Cerita tentang karya Allah dalam tokoh-tokoh yang rapuh seperti kita: Adam dan Hawa, Kain dan Habel, Nuh, Abraham, Yakub, Ishak, Esau dan Yakub, Yusuf dan saudara-saudaranya, Musa dan Harun, Gideon, Yefta, Simson, Hana, Samuel, Daud, Abigail, Batsyeba... [lebih lengkap ...]

  • Renungan Pesta Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga,
    Hari ini kita merayakan Pesta Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga. Dalam abad-abad awal Kristiani, perayaan Hari Paskah, Hari Kenaikan Tuhan ke Surga dan Pantekosta dirayakan bersama dalam satu hari. Ketiga pesta ini dirayakan bersama dengan penekanan inti yang berbeda. Kebangkitan atau Paskah Tuhan kita Yesus Kristus memberikan pesan bagi kita bahwa Yesus masih terus hidup, Ia tidaklah mati namun hidup dan bangkit dari maut kematian. Kebangkitan-Nya mengajak kita percaya bahwa sekarang Yesus berada di Surga dan bukan di dunia ini lagi. Yesus telah naik ke Surga, berarti Yesus adalah Allah, di dalam Allah dan bersama Allah. Pesta Pantekosta, turunnya Roh Kudus atas para rasul menyatakan bahwa Yesus juga masih ada di dunia ini bersama kita semua. Yesus tetap tinggal di antara kita (Emanuel) dalam bentuk berbeda, dalam wujud lain yaitu Roh Kudus. Kita merayakan hari Kenaikan Tuhan ke Surga, 40 hari setelah hari raya Paskah lalu disusul dengan hari Raya Pantekosta yaitu 50 hari setelah hari Paskah. Namun ketiga pesta iman kita ini memiliki satu pesan unik dalam diri Yesus Tuhan kita. Kristus telah bangkit, Kristus telah naik ke Surga dan Kristus telah memberikan Roh Kudus-Nya bagi kita para pengikut-Nya. [lebih lengkap ...]

  • Apa Yang Sedang Kristus Tulis di Tanah ?
    Uskup Nikolai, teolog bertalenta yang memadukan pengetahuan tingkat tinggi dengan kesederhanaan jiwa yang tenggelam dalam kasih seperti Kristus dan kerendahan hati, kerap dijuluki Krisostomos Baru karena kotbahnya yang inspiratif sebagai bapa Rohani rakyat Serbia, ia senantiasa mendorong mereka untuk memenuhi panggilannya sebagai sebuah bangsa yang melayani Kristus. Selama Perang Dunia II, ia dipenjara dalam kamp konsentrasi Dachau. Kemudian ia melayani sebagai pimpinan gereja di Amerika, tempatnya wafat. [lebih lengkap ...]

  • PERANAN KITAB SUCI DALAM KEHIDUPAN GEREJA (1)
    Pada pertengahan abad ke-20 Kitab Suci  berbahasa Latin-lah yang dibacakan dalam Misa Kudus. Pada masa itu terdapat sedikit bacaan yang dipilih dari Perjanjian Lama, dan ada sejumlah kecil bacaan yang diambil dari Perjanjian Baru yang mendominir lingkaran satu tahun. Dalam menanggapi Konsili Vatikan II, kita sekarang mempunyai sebuah lingkaran tiga tahunan perihal pembacaan pada Misa hari Minggu dan sebuah lingkaran dua tahunan perihal pembacaan pada Misa harian. Bacaan-bacaan Perjanjian Lama menjadi menonjol dan hampir keseluruhan Perjanjian Baru (Injil dan surat-surat/epistola serta Kitab Wahyu) mendapat kesempatan untuk dibacakan. Teks yang dibacakan juga dalam bahasa setempat yang dominan.   [lebih lengkap ...]

  • Praktek “Lectio Divina” Di Pertapaan
    PRAKTEK KLASIK  Lectio Divina -- dalam suasana doa membaca Kitab Suci, yang kita diimani sebagai buku yang memiliki ilham ilahi -- ditemukan kembali dan dibarui pada zaman kita ini. Sementara itu ada beberapa cara praktek Lectio Divina telah bertumbuh hingga membingungkan sehubungan dengan  adanya juga Praktek Doa Hening yang sebenarnya berbeda. Beberapa penjelasan tentang perbedaan-perbedaan itu kiranya dapat menolong kita untuk memahaminya. [lebih lengkap ...]

     
Copyright © 2007 Pembaruan Karismatik Katolik. All rights reserved.