Monday, March 04, 2013    
Logo BPN      
  Pembaruan Karismatik Katolik  
       
buku pengajaran ISAO LOGO Info Iman Katolik BPN PKK pusat informasi artikel iman sharing dan kesaksian tanya jawab berita dan kegiatan hubungi kami

    | Artikel Menarik | ROH KUDUS | TEOLOGI | SABDA TUHAN | SAKRAMEN | DOA | EVANGELISASI | ICCRS Newsletter | KONVENAS XII - Jakarta 2012 |

Cari:



Alkitab Online


Untuk hari ini belum ada !

 

BUKU-BUKU PENGAJARAN


Items
DIPACU OLEH ROH KUDUS

Pembaruan Karismatik Katolik telah menjadi karunia istimewa dari Roh Kudus kepada Gereja untuk membaruinya. Buku ini adalah panduan yang sangat berguna bagi setiap orang untuk memahami sifat asli dari Pembaruan Karismatik Katolik. Pada hari ini, tanggal 16 Oktober, hari peringatan Baptisan saya, dengan sangat bersukacita  saya merekomendasikan buku ini kepada para gembala umat dan para pemimpin Pembaruan agar supaya dapat membantu mereka di dalam membimbing gerakan itu pada arah yang benar di dalam keuskupan dan daerah mereka. ... [more info]



Items
PEDOMAN DASAR

Telah tersusun PEDOMAN DASAR dengan kepanitiaan yang diketuai oleh Romo Antonius Gunardi, MSF. Pedoman dasar ini telah diterima dan disahkan oleh KWI dalam Sidang tahunannya, November 2005.... [more info]



Items
VISI DAN MISI PEMBAHARUAN KARISMATIK KATOLIK di IN

Mengingat perkembangan Karismatik di Indonesia yang cukup pesat, tetapi tanggapan umat maupun pimpinan Gereja yang sering masih simpang-siur, maka dirasa semakin dibutuhkan bimbingan dan pengarahan dari pimpinan Gereja yang resmi, yang lebih jelas dan sesuai dengan iman Gereja. ... [more info]



Artikel Iman : TEOLOGI
M A R I A B I N T A N G E V A N G E L I S A S I

Items


22 Desember 2007

M A R I A   B I N T A N G   E V A N G E L I S A S I

Oleh : Subroto Widjojo SJ *)

Pendahuluan   

Dalam buku “Misi Evangelisasi” (2003) yang dipakai sebagai buku pegangan dalam Sekolah Evangelisasi Pribadi (SEP) di Shekinah, Duta Merlin, Jakarta dan dalam Kursus Evangelisasi Pribadi (KEP) yang diadakan di paroki-paroki KAJ , tidak diketemukan judul atau sub-judul yang secara singkat menguraikan atau menyinggung peran Maria sebagai Bintang Evangelisasi. Tercatat dalam buku “Misi Evangelisasi” itu sebagai sumbernya ialah buku Mission: Evangelization” A Course to Train Evangelist , 1985, oleh Rev. Robert Deshaies – Chet Stokloza – Susan W. Blum. Dalam buku lama oleh kedua pengarang yang sama, -minus Susan W. Blum-, yang berjudul  On Becoming An Evangelist” (1984), terdapat tulisan singkat tentang The Role of Mary In Evangelization (hal. 20).

        Tulisan singkat tentang Peran Maria dalam Evangelisasi itu kiranya mengacu pada Imbauan Apostolik Evangelii Nuntiandi (EN), yang diterbitkan pada hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda”, 8 Desember, 1975, khususnya  no. 82, yang menyebutnya  dalam tiga kalimat tentang “Maria Bintang Evangelisasi” yang berbunyi “Inilah keinginan yang dengan suka hati kami serahkan ke tangan-tangan dan hati Hati Bunda Maria Perawan Maria Tak Bernoda. Pada hari ini yang secara khusus dipersembahkan kepadanya dan juga merupakan sepuluh tahun penutupan Konsili Vatikan II. Pada pagi Pentakosta Maria dengan doanya menyaksikan mulainya evangelisasi yang didorong oleh Roh Kudus. Semoga Maria menjadi Bintang Evangelisasi, yang selalu diperbaharui, yang harus dimajukan oleh Gereja dan dilaksanakan olehnya, karena taat kepada perintah Tuhan, lebih-lebih pada masa sekarang ini yang sulit tapi penuh harapan”.

          Juga dalam Ensiklik Yohanes Paulus II, tentang Amanat Misioner Gereja, “Redemptoris Missio (RM)”, 1990, pada Kesimpulan, antara lain berbunyi “ Seperti halnya para Rasul setelah Kenaikan Kristus, Gereja mesti berkumpul bersama di Ruang Atas “berserta Maria, ibu Yesus,” (Kis 1:14), dengan maksud untuk memohon datangnya Roh Kudus dan untuk memperoleh kekuatan serta keberanian melaksanakan perintah misoner. Kita juga, seperti halnya para Rasul, perlu diubah dan dituntun oleh Roh.

            Pada malam menjelang kedatangan fajar pagi Masa Seribu Tahun Ketiga, seluruh Gereja diundang untuk menghayati secara lebih dalam lagi misteri Kristus dengan bekerja-sama secara penuh rasa syukur di dalam karya keselamatan. Gereja melakukan hal ini bersama dengan Maria dan dengan mengikuti teladan dari Maria, Bunda Gereja, dan model bagi Gereja, Maria adalah model dari cinta ke-ibunda-an yang hendaknya mengilhami semua orang yang bekerja sama di dalam tugas perutusan apostolik Gereja demi kelahiran kembali umat manusia. Karena itu, “diperkuat oleh kehadiran Kristus, Gereja berjalan melalui sejarah menuju akhir abad dan menyongsong tibanya Tuhan. Tetapi dalam perjalananan ini …Gereja melintasi lorong yang telah dilalui oleh Perawan Maria” (Redemptoris Mater, no. 2). Kami mempercayakan Gereja dan, teristimewa, orang-orang yang mengabdikan diri mereka sendiri untuk melaksanakan amanat missioner di dalam dunia dewasa ini, kepada kepengentaraan Maria, yang seluruhnya terarah kepada Kristus dan bertujuan mewahyukan kuasa pengelamatan-Nya” (Redemptoris Mater, no. 22)” (RM no. 92).    

Maria dan Gereja

          Dalam Dokumen Konsili Vatikan II, perbincangan tentang Bunda Maria dimasukkan dan menyatu ke dalam Dokumen Konstitusi Dogmatis Tentang Gereja yakni Lumen Gentium (LG), bukannya sebagai dokumen terpisah. Memang sebelum Vatikan II kita mengenal ajaran Gereja tentang martabat, kedudukan dan fungsi Maria dalam Gereja  disebut Mariologi .  Pembahasan hal-hal mengenai Bunda  Maria, yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus dan Gereja-Nya,  dapat kita temukan dalam bagian akhir dari LG, yakni no. 52-58. Bunda Maria dipandang menduduki tempat paling luhur sesudah Kristus dan paling dekat dengan kita (LG 54).

          Memang Maria menduduki tempat khusus dalam karya keselamatan, maka Maria berada dalam misteri Kristus (Christologi) (LG 52). Dan karena Gereja merupakan kepanjangan karya keselamatan yang menyejarah, maka Maria-pun juga berada dalam Gereja (Ecclesiologi) (LG 63).

          Selanjutnya memperjelas tentang kedudukan Maria dalam misteri Kristus, dokumen berbicara tentang Peran Maria dalam Tata Keselamatan, yang bertolak dari Perjanjian Lama dan Injil, dari pewartaan mendapat Kabar Gembira sampai dengan peristiwa kenaikan Yesus ke Sorga   (LG 55-59). Hal yang kedua diperjelas dengan uraian tentang hubungan Maria dan Gereja bertolak dari kutipan surat-surat St. Paulus dan beberapa dokumen Bapa-bapa Gereja: Maria sebagai Hamba Tuhan, Pola atau Model Gereja, Keutamaan-keutamaan Maria sebagai pola bagi Gereja (LG). Dan uraian ketiga ialah tentang devosi atau kebaktian kepada Maria (LG 66-67. 68-69).

          Sebenarnya, Lumen Gentium memberi dasar magisterium bagi kebaktian kepada Maria yang ada dalam Gereja, sekaligus memurnikannya. Tiadanya dokumen terpisah dalam Vatikan II, mendorong lahirnya uraian yang tentang Maria, yakni “Apa makna keperantaraan Maria sebagai Bunda”, dalam Ensiklik Yohanes Paulus II (1987) yang berjudul “Redemptoris Mater” atau Ibunda Sang Penebus.

 

          Baik dalam dokumen Konsili Vatikan II tentang Gereja (LG 52-69), maupun Ensiklik Redemptoris Mater, tidak ada sebutan Maria sebagai Bintang Evangelisasi. Ini baru muncul dalam  Imbauan Apostolik Evangelii Nuntiandi (no. 82), meskipun EN (l975) dikeluarkannya jauh lebih dulu daripada Ensiklik Redemptoris Mater (l987).

Maria sebagai Pola/Model dan Teladan

         Para Bapa Konsili dengan tegas memberi pedoman kepada para teolog dan pewarta sabda Allah agar “dalam memandang martabat Bunda Allah yang istimewa mereka pun dengan sungguh-sungguh mencegah segala ungkapan yang berlebihan yang palsu seperti juga kepicikan sikap batin. Hendaklah mereka mempelajari Kitab Suci, ajaran para Bapa dan Pujangga suci serta  liturgi-liturgi Gereja di bawah bimbingan Wewenang mengajar Gereja, dan dengan cermat menjelaskan tugas-tugas serta kurnia-kurnia istimewa Santa Perawan, yang senantiasa tertujukan kepada Kristus, sumber segala kebenaran, kesucian dan kesalehan. Hendaknya mereka dengan sungguh-sungguh mencegah apa-apa saja, yang dalam kata-kata atau perbuatan dapat menyesatkan para saudara terpisah atau siapa saja selain mereka mengenai ajaran Gereja yang benar. Selanjutnya hendaklah kaum beriman mengingat, bahwa bakti yang sejati tidak terdiri dari perasaan yang mandul dan bersifat sementara, tidak pula dalam sikap mudah percaya tanpa dasar. Bakti itu bersumber pada iman yang sejati, yang mengajak kita untuk mengakui keunggulan Bunda Allah, dan mendorong kita untuk sebagai putera-puterinya mencintai Bunda kita dan meneladan keutamaan-keutamaannya” (LG 67).

          Keeratan hubungan Maria dengan Gereja, dikarenakan oleh kurnia dan peran keibuannya yang ilahi, yang menyatukannya dengan Kristus Penebus. Maka Bunda Maria adalah pola atau model Gereja, yakni dalam hal iman, cinta kasih dan persatuan sempurna dengan Kristus (LG 63). Maka dalam misteri Gereja, Maria mempunyai tempat utama dan memberi teladan perawan dan ibu kepada Gereja, yakni dalam melahirkan (lewat penginjilan) dan mendidik umat beriman (LG 63). Jelasnya, “Dalam karya kerasulannya Gereja memandang Maria yang melahirkan Kristus; Dia yang dikandung oleh Roh Kudus serta lahir dari Perawan, supaya melalui Gereja lahir dan berkembang juga dalam hati kaum beriman. Dalam hidupnya Santa Perawan Maria menjadi teladan cinta kasih keibuannya, yang juga harus menjiwai siapa saja yang tergabung dalam misi kerasulan Gereja demi kelahiran baru sesama mereka” (LG 65). Dan teladan dalam misi  kerasulan kelahiran baru secara samar-samar berarti teladan dalam evangelisasi atau penginjilan.    

         

Stella Matutina → Stella Evangelizantis

          Dalam sejarah keselamatan, meskipun tidak ada titik kronologi yang pasti, yakni kapan kelahiran Maria, “Gereja terus menerus menyadari bahwa Maria nampak di kaki langit sejarah penyelamatan sebelum Kristus. … Fakta bahwa dia mendahului kedatangan Kristus setiap tahun tercermin dalam Liturgi Adven. Karena itu, apabila kami membandingkan penantian historis akan Juru Selamat yang …. makin mengantar kita mendekati akhir tahun dua ribu sesudah Kristus, serta menyongsong awal tahun tiga ribunan, dapatlah dimengerti bahwa dalam periode seperti sekarang ini kita menginginkan mengarahkan pandangan kita secara khusus kepadanya, satu-satunya yang pada “malam” penantian Advent mulai bersinar-sinar bagaikan benar-benar “Bintang Fajar” (Stella Matutina). Karena sebagai bintang ini, bersama-sama dengan “embun pagi”, mendahului terbitnya matahari, demikian Maria sejak dikandung-tak-bernoda mengawali kedatangan Juru Selamat, terbitnya “Matahari Keadilan” dalam sejarah bangsa manusia” (Redemptoris Mater, no. 3).

          Dalam penutup EN  dikatakan “Semoga cahaya Tahun suci, yang telah bersinar dalam gereja-gereja setempat dan di Roma, bagi jutaan suara hati, yang telah berdamai dengan Allah, terus bersinar secara yang sama sesudah Jubileum, melalui program kegiatan pastoral dengan evangelisasi sebagai wajah utama” (EN no. 81).

           Inilah tahun-tahun yang menandai fajar munculnya suatu abad baru, peringatan tiga ribu tahun adanya agama Kristen. Dan dalam pagi Pentakosta, Maria dengan doanya menyaksikan mulainya evangelisasi yang didorong oleh Roh Kudus. Maka tidaklah salah kalau dalam era penginjilan baru ini dalam Gereja, Maria diberi julukan Bintang Evangelisasi (Stella Evangelizantis).

Meniti Injil Bersama Maria

 1.Kisah Masa Kanak-kanak Yesus , yang antara lain berisi peristiwa-peristiwa ajaib seputar kelahiran Yesus, yakni  adanya utusan  yang berkunjung kepada Maria yang memberitakan penawaran menjadi Ibu Penebus dan jawaban kesanggupan Maria (Luk 1: 26-36), kunjungan Maria yang membawa Yesus dalam rahimnya, kepada Elisabet, sebagai langkah awal pewartaan, mengakibatkan peristiwa-peristiwa aneh, yakni Yohanes dalam rahim melonjak  dan sembuhnya Zakharia dari bisunya dan membuatnya mewartakan pujian kepada Allah dan  bernubuat tentang Yesus (Luk 1:39-45. 57-66. 67-79). Itu merupakan suatu jenis sastra keagamaan Yahudi yang diadopsi Lukas tentang munculnya tokoh-tokoh pilihan Allah. Dalam hal ini , Yesus sebagai Mesias, yang terurapi, yang telah lama diharapkan, sebagaimana juga kisah-kisah dan peristiwa ajaib seputar tanda lahirnya para tokoh pilihan Allah lainnya dalam Perjanjian Lama, ump. Musa (Kel 2: 1-10), Simson (Hakim 13: 3-25), Samuel ( 1 Sam 1: 9-28; 2: 1-10). Jenis penulisan semacam ini mengisyaratkan: pewartaan akan Allah yang bertindak menyelamatkan umat-Nya, dan Maria sebagai tanda atau bintang yang memberi harapan dan mengandung pesan !

2. Secara khusus peristiwa Kabar Gembira (Annuntiatio) tentang kelahiran Yesus (Luk 1:26-36),  secara liturgis dirayakan tiap tanggal 25 Maret, Sang Sabda menjadi manusia. Dengan menjawab serta menyanggupi tawaran Allah lewat malaekat Gabriel, Maria menyatakan komitmentnya menjadi Ibu Sang Juruselamat, Sang Pewarta. Dan “fiat” yang diucapkannya menjadikan Maria disatukan dalam Diri Yesus Kristus dan ikut dalam  karya pewartaan atau penebusan. Maria menjadi pewarta pertama yang membawa Sang Sabda ke dunia !

            Juga jawaban Maria dengan mengucap, “Aku ini hamba Tuhan…!” (Luk 1:38), menempatkan Maria sebagai teladan kerendahan hatinya sebagai hamba bagi kita dalam melaksanakan tugas penginjilan. Maria memberi teladan bagi para penginjil dalam hal mempercayakan diri seluruhnya pada Sabda Tuhan. Yang Maria cari ialah kehendak Allah bukannya kehendak pribadi.

3.Kisah Maria mengunjungi Elisabet (Visitatio) (Luk 39-45.56), bukanlah masalah kepedulian Maria akan saudaranya yang sudah lansia dan hamil, tetapi lebih-lebih dalam hal ini, Maria yang mengandung Yesus atau sebagai yang membawa Yesus , ingin berbagi warta gembira itu. Malahan dikatakan “berangkatlah Maria langsung berjalan ke pegunungan…) Kata langsung diartikan segera atau cepat-cepat (ταχυς) ! Ini mengandung makna ada sesuatu yang penting dan mendesak! Dan hal ini ditangkap oleh Elisabet yang menjawab ucapan salam tamunya, dengan kalimat yang ditujukan kepada buah rahim Maria yakni Yesus, yang membuat Maria terberkati di antara wanita, dengan kata-kata “Diberkatilah Engkau di antara wanita, dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku…sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?!” (Luk 1: 42-43).

              Gabungan kalimat yang diucapkan oleh Gabriel yang berbunyi “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau” (Luk 1:28), dan ucapan Elisabet tersebut di atas (Luk 1:42), dijadikan Doa alkitabiah umat beriman yang termasuk  kuno “Salam Maria”, yang berbunyi “Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu. Terpujilah  engkau di antara wanita dan terpujilah  buah tubuhmu, Yesus”. Dan kalimat berikutnya dalam Salam Maria ini, mengungkapkan iman Gereja akan peran keperantaraan Maria pada Yesus, berbunyi “Doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan pada waktu kami mati”. Maria berdoa bagi keselamatan semua orang berdosa. Di sini kita memperoleh secercah gambaran kepedulian Maria mendoakan putera-puterinya, khususnya kita-kita yang tersesat/hilang atau murtad dari iman akan Yesus. Maria merindukan sekali agar setiap dari kita dapat selamat ! Tidakkah tujuan utama dari Penginjilan ialah keselamatan dalam hidup sekarang ini dan khususnya di saat ajal kita ?

4.Demikian pula kidung “Magnificat” (Luk 46-55) – di mana Lukas mendapatkan inspirasinya dari Kidung Hana (1 Samuel 2:1-10)-, bukan hanya dipandang sebagai kidung pujian kepada Allah oleh Maria, yang kita sering gunakan, tetapi di sini Maria, sebagai penginjil, memberikan kesaksian dengan mewartakan kebesaran dan keagungan Allah, atas segala perbuatan yang ajaib yang dialaminya, dan jiwanya memperoleh kesukaan dalam Allah , Sang Juruselamatnya.

5.Sewaktu Yesus dibawa ke Bait Allah dan dipersembahkan kepada Tuhan (Luk 2: 23-24), Simeon menyambutnya dan memuji Allah. Maria, yang membawa Sang Sabda, boleh dilihat dan ditatangnya; di situ ia telah menyaksikan “Sang Keselamatan” yang dibawa Maria “bagi semua bangsa” dan yang menjadi “terang bagi bangsa-bangsa lain (Luk 2: 30-32). Simeon menubuatkan Maria yang membawa Yesus Sang Juru Selamat itu , hatinya akan tertembus pedang  dan Yesus yang dibawanya akan menjadi “tanda  yang menimbulkan perbantahan” (Luk 2:34-35). Ini memberi gambaran nubuatan bagi kita zaman sekarang bahwa Yesus yang kita wartakan juga akan tetap menjadi bahan–perdebatan dan kita umatnya dan pembawa warta juga akan menemui banyak hal-hal yang menyakitkan hati !

6.Peristiwa Yesus berusia 12 tahun diketemukan di Bait Allah di Yerusalem   (Luk 2: 41-52) , orangtua menemukan-Nya baru bersoal jawab dengan para ulama, “dan semua orang yang mendengarkan Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya” (Luk 2:47)  .

          Dalam buku Iman Katolik  (1996), sebagai buku Informasi dan Referensi, peristiwa di kenisah ini diberi informasi: “Boleh diandaikan bahwa Yesus mendapat pendidikan yang lazim untuk anak-anak zaman itu. Pendidikan itu pertama-tama tugas orangtua (lih. Ams 1:18). Demikian pula kiranya yang pertama-tama mendidik Yesus adalah Maria, lebih-lebih pada masa kanak-kanak, dan Yusuf, ketika Ia sudah menjadi lebih besar. … Pendidikan keagamaan diberikan oleh orangtua…(Kel 10:2; 13:8; Ul 4:9; 32:7) )” (hal 256).  Di sini Maria dapat menjadi teladan bagi kita orangtua dalam pendidikan agama atau pewartaan iman kepada anak-anak bagi kita-kita orangtua  beriman.

7.Peristiwa Perkawinan di Kana (Yoh 2: 1-11), di mana Maria, Yesus dan murid-murid-Nya hadir, memberi pesan pewartaan, bukannya kepedulian Maria akan kerepotan keluarga yang mempunyai hajad, juga bukan halnya tentang peran Maria sebagai perantara –meski ini benar- , yang bisa mempengaruhi hati Yesus lalu dikabulkannya, melainkan lebih-lebih akan peran Maria yang menunjuk kepada Yesus (Per Mariam Ad Iesum) dengan kata-kata yang sederhana, “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!” (Yoh 2:3). Ini mengisyaratkan Maria percaya dan mewartakan bahwa Yesus itu kuasa, tidak ada hal yang mustahil bagi-Nya. Dan ucapan Maria itu, yang membawa ke arah mukzijat, enam tempayan berisi air berubah menjadi anggur, sebagai  tanda yang pertama yang diperbuat oleh Yesus , yang membawa para murid-Nya percaya kepada-Nya.

             Semua penginjilan berpusat dan menunjuk kepada Yesus dan yang menjadi buahnya ialah “iman akan Yesus” !

8. Adegan penyaliban mengkisahkan Maria berdiri di dekat salib. Di situ Yohanes menulis: “Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah ia kepada ibu-Nya Ibu, inilah anakmu! . Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya Inilah ibumu! . Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya” (Yoh 19: 25-27).

              Ibu Sang Sabda, diserahkan-Nya, sebelum Ia sediri mengucapkan kata selesailah karya penyelamatan-Nya untuk umat manusia, kepada murid-Nya, sebagai wakil murid-murid-Nya yang lain, yang akan meneruskan karya penyelamatan lewat penginjilan. Dan sebaliknya, Maria, Bunda Sang Penyelamat, dengan diserahkannya kepada Yohanes  dijadikan Bunda para rasul, para murid, yang nantinya bertugas, membangun Gereja berkat pewartaan mereka dan meneruskan pewartaan Yesus dan Gereja Perdana itu kepada generasi berikut.

9.Demikian pula peristiwa turunnya Roh Kudus di hari Pentakosta kristiani pertama (Kis 2:1-13). Maria bersama para murid Yesus sehati dalam doa  Novena (Kis 1: 14). Dan buahnya Novena pertama itu ialah turunnya Roh Kudus. Dan Maria menyaksikan peristiwa agung dan bersejarah ini. Peristiwa Pentakosta inilah yang meledakkan awal penginjilan yang melahirkan Gereja. Meskipun Maria tidak ikut terjun dalam penginjilan, ia berperan sebagai Bunda umat beriman atau Gereja. Sebagaimana Maria, Bintang , memberi harapan akan datangnya Sang Juruselamat dan melahirkan Sang Juruselamat  itu, demikian pula Gereja terus melahirkan umat beriman berkat penginjilan,  di zaman sekarang ini millennium ketiga !

Penutup

Maria oleh Konsili Vatikan II dikatakan, “Ia telah melahirkan Putera, yang oleh Allah dijadikan yang sulung di antara banyak saudara (Rm 8:29), yakni Umat beriman. Maria bekerja sama dengan cinta kasih keibuannya untuk melahirkan dan mendidik mereka” (LG 63). “Melahirkan dan mendidik mereka” adalah istilah lain dari hasil penginjilan khususnya di zaman sekarang. Maka tepat kalau dikatakan “Dalam hidupnya, Santa Perawan menjadi teladan cinta kasih keibuan, yang harus juga menjiwai siapa saja yang tergabung dalam misi kerasulan Gereja demi kelahiran baru sesama mereka” (LG 65).

Dengan memberi gelar Maria sebagai “Bintang Evangelisasi”, Gereja ingin memperbarui semangat penginjilan kepada kita, yang memiliki rasa bhak     ti kepada Maria, dan melaksanakan penginjilan ini di zaman sekarang ini yang jauh lebih sulit daripada zaman dauhulu. Tetapi karena Maria adalah Bintang Eavengelisasi , kita tetap harus penuh harapan dapat melaksanakannya (EN 82).---(SWSJ)

                                                                         

*). Bahan ini disampaikan kepada peserta retret  Panitia KEP Paroki-paroki, KAJ, di Resort Golf-Sawangan, Depok,Jawa Barat,  2-8 Juli, 2007

 Sumber : Warta Shekinah Edisi Sept - Okt 2007

Kirimkan PERTANYAAN Anda Mengenai Artikel Ini !




    Informasi lain mengenai : TEOLOGI :
  • MASA ADVEN DALAM KEHIDUPAN GEREJA
    Saatnya hampir tiba bagi Gereja semesta memasuki sebuah masa penantian bernuansa harapan. Masa itu dikenal dengan nama Adven yang sudah lazim dijalani dalam rentang waktu kehidupan gereja semesta dan menjaman. Masa yang bernuansa harapan ini begitu bergema dalam kehidupan manusia kristen dalam berbagai jenjang usia. Sebuah kenangan yang tak dapat dengan gampang dilepas bebas dari pengalaman Kakek dan Nenek juga Bapak dan Mama. [lebih lengkap ...]

  • Konteks historis/teologis pentakostalisme (1)
    Pada Modernas III Rm. Deshi mengetengahkan tentang pentakostalisme dan bagaimana terjadinya Pembaruan Karismatik Katolik. Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan bagi para moderator sebagai pendamping PKK di Keuskupan dan Paroki. [lebih lengkap ...]

  • Konteks Historis / Teologis Pentakostalisme (2)

    Pentakostalisme Klasik adalah hasil perkembangan Pentakostalisme mulai dari George Fox Parham sampai ketika pentakostalisme itu muncul di kalangan Gereja-gereja Presbiterian, Protestan, Katolik, yang disebut sebagai Neo Pentakostalisme atau Karismatik Awam. [lebih lengkap ...]

  • Konteks Historis/Teologis Pentakostalism (3 - End)
    Ada orang yang bernama David Wilkerson, seorang pendeta Pentakostal yang berkhotbah di kota New York, distrik Bedford-Stuyvesant, di kalangan para pemakai dan pengedar narkoba, para preman anggota-anggota gang dan penjahat-penjahat. Ia menulis sebuah buku “The Cross and the Switchblade”, yang berkisah tentang pengalaman-pengalamannya dan pertobatan-pertobatan luar biasa para gangster itu dan tentang Roh Kudus. Tanpa disadari buku itu menjadi buku  publikasi yang paling populer tentang Pentakostalisme, buku yang paling terkenal dan paling meyakinkan tentang Baptisan Roh Kudus dan karunia-karuniaNya. Buku inilah yang nantinya sangat menentukan bagi Pembaruan Karismatik Katolik. [lebih lengkap ...]

  • PUASA
    Hidup kita sebagai orang kristiani ialah meneladan Yesus, yang berpuasa 40 hari/malam dan mengalahkan godaan, sebelum Yesus tampil berkarya mewartakan Kerajaan Allah (Mat 4:2). Yesus sendiri tidak mengharuskan para murid-Nya berpuasa, hal yang diprotes keras oleh golongan Farisi (Mat 9:14). Tetapi kalau para muridNya mau berpuasa Yesus memberikan ajaran tentang sikap dan caranya – bukan untuk pamer  ( Mat 6: 16-18). [lebih lengkap ...]

  • Purgatorium
    Ya kami sadari umat Kristen non-katolik umumnya tidak mempercayai keberadaannya.  Dalam sitilah bahasa Latin disebut “Purgatorium” yang berarti tempat membersihkan, menyucikan, memurnikan ! [lebih lengkap ...]

  • Discernment of Spirits
    The word spirit refers to two different types of motivating powers. The spirit of an individual refers to the internal inclination to good or evil, and it manifests itself with such regularity that it must be considered a personal trait. But it is also possible for an individual to come under the influence of a spirit that is extrinsic to the personality, whether from God of the devil. Hence it is the function of discernment of spirits to judge whether a given act or repetition of acts flows from the Holy Spirit, the diabolical spirit, or the human spirit.   [lebih lengkap ...]

     
Copyright © 2007 Pembaruan Karismatik Katolik. All rights reserved.