Monday, March 04, 2013    
Logo BPN      
  Pembaruan Karismatik Katolik  
       
buku pengajaran ISAO LOGO Info Iman Katolik BPN PKK pusat informasi artikel iman sharing dan kesaksian tanya jawab berita dan kegiatan hubungi kami

    | Artikel Menarik | ROH KUDUS | TEOLOGI | SABDA TUHAN | SAKRAMEN | DOA | EVANGELISASI | ICCRS Newsletter | KONVENAS XII - Jakarta 2012 |

Cari:



Alkitab Online


Untuk hari ini belum ada !

 

BUKU-BUKU PENGAJARAN


Items
DIPACU OLEH ROH KUDUS

Pembaruan Karismatik Katolik telah menjadi karunia istimewa dari Roh Kudus kepada Gereja untuk membaruinya. Buku ini adalah panduan yang sangat berguna bagi setiap orang untuk memahami sifat asli dari Pembaruan Karismatik Katolik. Pada hari ini, tanggal 16 Oktober, hari peringatan Baptisan saya, dengan sangat bersukacita  saya merekomendasikan buku ini kepada para gembala umat dan para pemimpin Pembaruan agar supaya dapat membantu mereka di dalam membimbing gerakan itu pada arah yang benar di dalam keuskupan dan daerah mereka. ... [more info]



Items
PEDOMAN DASAR

Telah tersusun PEDOMAN DASAR dengan kepanitiaan yang diketuai oleh Romo Antonius Gunardi, MSF. Pedoman dasar ini telah diterima dan disahkan oleh KWI dalam Sidang tahunannya, November 2005.... [more info]



Items
VISI DAN MISI PEMBAHARUAN KARISMATIK KATOLIK di IN

Mengingat perkembangan Karismatik di Indonesia yang cukup pesat, tetapi tanggapan umat maupun pimpinan Gereja yang sering masih simpang-siur, maka dirasa semakin dibutuhkan bimbingan dan pengarahan dari pimpinan Gereja yang resmi, yang lebih jelas dan sesuai dengan iman Gereja. ... [more info]



Artikel Iman : SABDA TUHAN
PRAKTEK “LECTIO DIVINA” DI PERTAPAAN



Oleh Thomas Keating

 

PRAKTEK KLASIK  Lectio Divina -- dalam suasana doa membaca Kitab Suci, yang kita diimani sebagai buku yang memiliki ilham ilahi -- ditemukan kembali dan dibarui pada zaman kita ini. Sementara itu ada beberapa cara praktek Lectio Divina telah bertumbuh hingga membingungkan sehubungan dengan  adanya juga Praktek Doa Hening yang sebenarnya berbeda. Beberapa penjelasan tentang perbedaan-perbedaan itu kiranya dapat menolong kita untuk memahaminya.

Pertama, kita harus membedakan antara Lectio Divina dan pelajaran/pendalan Kitab Suci, yang amat berguna di waktu yang lain yang memberikan suatu pengertian yang kuat sebagai latar belakang Lectio Divina.

Kedua, Lectio Divina tidak sama dengan membaca ayat-ayat bagi tujuan perkembangan rohani pribadi, atau menjadi akrab dengan banyak segi  yang menyangkut  tentang pewahyuan, dan terutama tentang  Yesus Kristus, Sabda Allah yang menjelma. Lectio Divina lebih merupakan suatu cara atau rumus untuk menuju sasaran-sasaran itu.

Ketiga, Lectio Divina tidak sama dengan bacaan rohani, yang bergerak melampaui batas pembacaan  dari ayat-ayat suci saja, karena mencakup buku-buku rohani yang lain seperti misalnya kehidupan dan tulisan para kudus.

Akhirnya, Lectio Divina tidak sama dengan berdoa menurut Kitab Suci bersama-sama , suatu perkembangan sezaman yang kadang-kadang disamakan dengan Lectio Divina. Praktek  klasik Lectio Divina dilakukan secara pribadi dengan mengikuti gerakan Roh Kudus menurut waktu yang diperuntukkan  seseorang pada setiap langkah proses, maupun saat beralih dari satu langkah ke langkah yang lain dalam satu waktu doa. Bila mengikuti suatu susunan yang khusus, seperti yang dibutuhkan di dalam semua bentuk doa bersama , ada kecenderungan untuk membatasi secara spontan gerakan Roh Kudus, yang merupakan pusat  praktek pelaksanaanya.   

Pada umumnya berdoa dengan Kitab Suci dapat dianggap sebagai semacam “Liturgi Lectio Divina” atau lebih tepatnya, sebagai semacam “Liturgi Sabda” yang disharingkan. Dengan beberapa variasi, biasanya berjalan sebagai berikut: Suatu perikop  dibacakan dengan lantang tiga atau empat kali, dilanjutkan dengan hening selama dua atau tiga menit. Setelah setiap pembacaan peserta menerapkan imtil diri dalam hati  teks itu secara tertentu. Setelah pembacaan pertama kali, mereka menyadari suatu kata atau ungkapan. Setelah pembacaan kedua kali, mereka merenungkan tentang arti atau makna teks. Setelah pembacaan ketiga kali, mereka menanggapi dalam doa spontan. Setelah pembacaan keempat kali, mereka berdiam dengan sederhana dalam hadirat Allah dan setelah hening beberapa saat lamanya, mereka yang bersedia diajak  untuk ber-bagi  singkat tentang teks itu. Dalam beberapa keadaan ada suatu sharing singkat setelah pembacaan ketiga atau keempat kali dan waktu hening. Berdoa bersama atas  Kitab Suci di dalam acara  Doa Hening mingguan atau waktu lain terbukti merupakan pengalaman berharga dan suatu peluang untuk mempersatukan para anggota di dalam iman dan kasih. 

Praktek klasik Lectio Divina  dapat dibagi dalam dua bentuk: monastik (pertapaan) dan skolastik (lebih menekankan penggunakan pikiran). Bentuk skolastik membagi proses atas tahap-tahap atau langkah-langkah dalam pola hirarkis.

Dengan mengikuti bacaan suatu perikop  Kitab Suci, langkah pertama adalah mengijinkan suatu kata atau ungkapan untuk muncul dari teks dan memusatkan perhatian kepadanya. Ini dinamakan Lectio. Yang kedua adalah bagian refleksi, merenungkan kata-kata dari ayat suci, dan dinamakan meditatio “meditasi”. Gerakan spontan dari kehendak dalam menganggapi perenungan itu dinamakan oratio, “doa afektif”. Dan ketika perenungan dan dorongan kehendak itu bersatu, orang beralih dari waktu ke waktu kepada suatu keadaan beristirahat di dalam kehadiran Allah, dan itu dinamakan contemplatio “kontemplasi”. Melakukan Lectio Divina secara demikian berkembang di dalam Abad Pertengahan yakni pada awal masa skolastik dengan kecenderungan untuk menggolong-golongkan hidup rohani dan bersandar pada analisa rasional di dalam teologi sampai benar-benar mengesampingkan pengalaman pribadi.

Bentuk monastik dari Lectio Divina merupakan metode lebih tua  dan dilakukan oleh Ibu-ibu dan Bapa-bapa Padang Gurun dan di kemudian hari di pertapaan-pertapaan Timur maupun Barat. Bentuknya lebih tertuju kepada doa kontemplatif ketimbang bentuk skolastik, terutama ketika bentuk skolastik berkembang kepada apa yang sekarang kita sebut meditasi diskursif (menggunakan pemikiran) , yang terdiri dari beralih dari satu pikiran kepada pikiran yang lain atau sebagai satu tahap dalam langkah-langkah yang berturutan.

Metode tersebut merupakan suatu cara berdoa yang baik asal  tidak berhenti di sana dan gagal untuk beralih kepada doa kontemplatif. Salah satu tujuan Doa Hening adalah untuk menolong orang melepaskan diri dari penggunaan meditasi diskursif melulu , yang menjadi metode utama di abad-abad belakangan ini, bahkan di dalam biara-biara tertutup. Kebanyakan orang kristiani dilatih untuk merenungkan dan memperbanyak tindakan tertentu dari kehendak agar menuju Allah dan orang lalu sulit membayangkan berdoa tanpa melakukan prosedur seperti ini. Karena berdoa menurut Kitab Suci biasanya meliputi meditasi diskursif, wajarlah kalau lebih tepat  mengadakan “Liturgi Sabda” semacam itu setelah waktu Doa Hening ketimbang sebelum Doa Hening. Dan lagi,  kedua latihan itu janganlah dipadukan karena masing-masing mempunyai keutuhan dan keunikan tersendiri. 

Dalam melakukan Lectio Divina dalam praktek di pertapaan, kita mendengarkan bagaimana Allah memanggil kita melalui teks atau ayat tertentu. Dari segi ini tidak ada tahap-tahap, tingkat atau langkah di dalam Lectio Divina, namun ada empat waktu sepanjang perjalanan dalam lingkaran. Semua waktu di dalam lingkaran dipersatukan satu dengan lain dalam pola horisontal yang saling berhubungan dan juga dengan pusat, yang adalah Roh Allah yang berbicara kepada kita melalui ayat di dalam hati kita. Memusatkan perhatian pada salah satu dari empat “waktu” sama dengan berhubungan langsung dengan yang lain. Dalam segi ini, orang dapat mulai berdoa pada “waktu” mana saja sepanjang lingkaran, maupun beralih dengan tenang dari “waktu” yang satu kepada yang lain, menurut dorongan Roh Kudus. 

 Paulus menulis, “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1Kor 3:16).   Sekiranya anda tersentuh oleh pertanyaan itu ketika membaca bagian injil hari bersangkutan, daraskanlah  sekitar selusinan   ayat itu, dan anda merasa terdorong untuk terus menerus merenung-renungkan perkataan-perkataan itu untuk mencecapnya. Para rahib pemula membaca Kitab Suci dengan lantang supaya mereka sungguh mendengarkannya. Setelah itu mereka akan memilih satu ungkapan, atau paling banyak satu kalimat, yang berkesan pada mereka. Mereka akan duduk bersama ungkapan atau kalimat itu tanpa memikirkan tahap-tahap atau mengikuti skema tertentu, namun hanya mendengarkan, mengulang-ulang dengan lambat teks singkat yang sama. Sikap yang siap sedia ini memungkinkan Roh Kudus untuk meningkatkan  kemampuan mereka dalam mendengarkan. Pada waktu mereka mendengarkan, mereka mungkin mendapat kedalaman baru atau suatu makna baru dari teks. Suatu pengrtisn tertentu bisa juga tepat bagi mereka di dalam keadaan hidup tertentu atau daslam  peristiwa-peristiwa di hari yang akan datang. Menurut Kitab Suci, Roh berbicara kepada kita setiap hari. “Pada hari ini, sekiranya kamu mendengarkan suaraNya, janganlah keraskan hatimu” (Mzm 95). Para rahib mendengarkan bukan untuk lebih memahami teks, bukan untuk memikirkan atau menganalisanya, namun hanya untuk mendengarnya. Dan mendengarnya tanpa suatu tujuan yang ditetapkan sebelumnya akan apa yang harus mereka perbuat dengan teks itu.

Hal ini sudah merupakan suatu bentuk mendalam dari kesediaan menerima. Mereka yang melakukan  Lectio Divina secara ini sudah bergerak menuju “waktu/saat” keempat dari proses dinamis menuju beristirahat di dalam Allah.  

Di dalam menanggapi suatu pemahaman  baru, mereka bisa dibangkitkan untuk berterima kasih atau dengan dorongan-dorongan cinta, pujian atau syukur di dalam batin. Ketika sikap mendengarkan ini menjadi tetap, mereka bisa mengalami saat-saat doa kontemplatif dalam arti sesungguhnya, di mana mereka hanya hadir di hadapan Allah, atau sengan hening menikmati kehadiran ilahi. Di dalam keadaan ini, perhatiaan seseorang kepada Allah meluas ke dalam kesadaran halus akan kehadiran ilahi. Saat ini, kita menembus selubung cara berpikir kita sendiri. Sabda Allah yang tertulis di dalam Kitab Suci menyadarkan kita akan Sabda Allah yang batiniah di kedalaman diri kita. Apabila kesadaran itu menghilang, kita boleh kembali dan membaca kelanjutan teks, tentu saja bila ada waktu. 

Cara pertapaan  melakukan Lectio Divina selalu mulai dengan doa kepada Roh Kudus. Keempat waktu sepanjang keadaan lingkaran adalah membaca di dalam hadirat Allah, merenungkan dalam arti mengunyah-ngunyah (bukan dalam arti meditasi diskursif), menanggapi dengan doa spontan, dan beristirahat di dalam Allah di luar akal budi dan prilaku tertentu dari kehendak.

Dengan “mengunyah-ngunyah” saya maksudkan duduk dengan satu kalimat, dengan suatu ungkapan atau bahkan satu kata yang muncul dari teks, dengan mengijinkan Roh Kudus meluaskan kemampuan kita untuk mendengarkan dan membuka diri kita kepada makna yang lebih mendalam, dengan kata lain, meresapkan arti rohani dari suatu perikop  Kitab Suci. Hal ini menghantar kepada pengalaman iman akan Kristus yang hidup dan meningkatkan prilaku kasih bagi sesama yang mengalir dari relasi tersebut. 

Di kala kita mengulangi ungkapan atau kalimat itu perlahan-lahan, diulang-ulang, suatu pegertian yang lebih dalam akan timbul. Misalnya, ambillah kata-kata Yesus, “Aku tidak menyebutmu hamba, melainkan sahabat.” Secara tiba-tiba, dapat turun pada kita apa artinya menjadi sahabat Yesus. Kesadaran kita meluas tanpa kita berbuat apa-apa selain mengijinkan Roh kudus bekerja. Inilah suatu pertukaran dari hati-ke hati dengan Kristus. Kita beserta teks tapi kita tidak memikirkan teks itu. Bila kita memikirkannya dalam arti bercermin, kita menguasai percakapan. Hal itu dapat dilakukan dengan bermanfaat pada waktu yang lain. Di sini persoalannya adalah tentang menerima dan beristirahat di dalam kehadiran Kristus sebagai sumber perkataan atau ungkapan itu.  

Lectio Divina adalah semacam proses istimewa, dan untuk mendapatkan manfaat sepenuhnya dari hasilnya, keutuhannya juga harus dihormati. Buah matang dari praktek latihan teratur Lectio Divina adalah menjadi semakain menyatu atau diresapi oleh sabda Allah.  Ini merupakan suatu pergerakan dari percakapan kepada persatuan. Ini juga memampukan kita untuk mengungkapkan pengalaman rohani kita yang mendalam akan persatuan dengan Allah di dalam kata-kata atau lambang-lambang yang tepat dan sesuai dengannya. Maka di sini ada suatu pergerakan bukan hanya untuk masuk ke dalam keheningan, namun juga dari keheningan ke dalam pengungkapan. 

Di dalam Tritunggal, Sabda Allah selalu muncul dari keheningan tak terbatas Sang Bapa dan selalu kembali. Pribadi-pribadi di dalam Tritunggal hidup di dalam diri satu sama lain ketimbang di  dalam diri masing-masing. Bapa mengenal diriNya hanya di dalam Putera, Putera hanya di dalam Bapa dan Roh Kudus terungkap di dalam persatuan mereka, menyatukannya di dalam Satu hubungan yang kekal nyata. Trinitas adalah landasan bagi kemanunggalan dan keragaman yang kita lihat diungkapkan melalui ciptaan. Melatih Lectio secara ini, orang mengenali kehadiran Sabda Allah di dalam segala ciptaan dan di dalam segala peritiwa, mengalami apa yang ditulis pengarang Injil di dalam prakata , “Tanpa Dia tidak ada sesuatu yang dijadikan.”  Dalam doa kontemplatif, kita bersentuhan dengan sumber segala ciptaan; sebab itu, kita mengangkat diri dan pandangan-pandangan duniawi kita yang terbatas. Sebagai akibatnya, kita merasa satu dengan orang lain dan menikmati perasaan menjadi bagian alam semesta. Kepenuhan keAllahan berdiam secara jasmaniah di dalam diri Yesus, kata Paulus. Keilahian mulai berdiam di dalam diri kita secara jasmaniah sebanding dengan kemampuan kita untuk menerimanya ketika kita bertumbuh di dalam persatuan dengan Sabda Kekal. Proses ini perlu dipupuk baik dengan keheningan batin di dalam doa kontemplatif maupun dikembangkan dengan Lectio Divina (dalam arti mendengarkan). Kesadaran akan hadirat ilahi juga akan mulai mengalir ke dalam kegiatan sehari-hari. 

Metode skolastik merupakan suatu cara yang baik untuk belajar Lectio Divina baik secara pribadi maupun di dalam kelompok, namun pada suatu titik tertentu ketika orang  telah menangkap suatu gagasan, kita perlu menjelaskan dengan hati-hati metode pertapaan  yang sejak awal mula berpusat pada beristirahat di dalam Allah dengan membuat diri kita dalam suatu sikap mendengarkan. Pengaruh timbal balik yang dinamis di antara keempat “waktu” dari pembacaan Lectio, refleksi dalam arti mengunyah suatu kalimat atau kata tertentu, menanggapi di dalam doa, dan beristirahat di dalam Allah membuat diri kita semakin lama semakin siap bagi Roh Kudus.***

 

Sumber: Contemplative Outreach

a.b. TT

 

diambil dari Warta Shekinah 01/TH VI


    Informasi lain mengenai : SABDA TUHAN :
  • Memiliki Hati Seperti Yesus
    Bagaimana kalau Tuhan hidup didalam diri kita dan di dalam hati kita. Dan bayangkan kalau kita hidup dengan hatiNya. PrioritasNya menjadi tindakan kita, kerinduannya menjadi keputusan kita, dan cintaNya mengendalikan perilaku kita atau kebiasaan kita. [lebih lengkap ...]

  • MEMBACA ALKITAB DALAM KONTEKS ASIA
    Sebagai aktivis Kerasulan Alkitabiah atau Pelayan Sabda, kita sudah akrab dengan pesan Dokumen Konsili ”Dei Verbum” #26: ”Semua klerisi terutama imam-imam Kristus dan semua orang lain yang sebagai diakon atau katekis secara sah melayani sabda, perlu berpegang pada Kitab Suci melalui bacaan suci yang tekun dan melalui studi yang cermat, agar tidak seorangpun dari  mereka menjadi pewarta lahiriah sabda Allah yang sia-sia, yang tidak menjadi pendengar batin (S. Agustinus)”
    [lebih lengkap ...]

  • DENGAN KOMUNIKASI LEWAT CINTA
    Kitab Suci adalah sebuah love story tentang Allah yang jatuh cinta dan tetap mencintai umat manusia yang berdosa. Cerita tentang karya Allah dalam tokoh-tokoh yang rapuh seperti kita: Adam dan Hawa, Kain dan Habel, Nuh, Abraham, Yakub, Ishak, Esau dan Yakub, Yusuf dan saudara-saudaranya, Musa dan Harun, Gideon, Yefta, Simson, Hana, Samuel, Daud, Abigail, Batsyeba... [lebih lengkap ...]

  • Renungan Pesta Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga,
    Hari ini kita merayakan Pesta Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga. Dalam abad-abad awal Kristiani, perayaan Hari Paskah, Hari Kenaikan Tuhan ke Surga dan Pantekosta dirayakan bersama dalam satu hari. Ketiga pesta ini dirayakan bersama dengan penekanan inti yang berbeda. Kebangkitan atau Paskah Tuhan kita Yesus Kristus memberikan pesan bagi kita bahwa Yesus masih terus hidup, Ia tidaklah mati namun hidup dan bangkit dari maut kematian. Kebangkitan-Nya mengajak kita percaya bahwa sekarang Yesus berada di Surga dan bukan di dunia ini lagi. Yesus telah naik ke Surga, berarti Yesus adalah Allah, di dalam Allah dan bersama Allah. Pesta Pantekosta, turunnya Roh Kudus atas para rasul menyatakan bahwa Yesus juga masih ada di dunia ini bersama kita semua. Yesus tetap tinggal di antara kita (Emanuel) dalam bentuk berbeda, dalam wujud lain yaitu Roh Kudus. Kita merayakan hari Kenaikan Tuhan ke Surga, 40 hari setelah hari raya Paskah lalu disusul dengan hari Raya Pantekosta yaitu 50 hari setelah hari Paskah. Namun ketiga pesta iman kita ini memiliki satu pesan unik dalam diri Yesus Tuhan kita. Kristus telah bangkit, Kristus telah naik ke Surga dan Kristus telah memberikan Roh Kudus-Nya bagi kita para pengikut-Nya. [lebih lengkap ...]

  • Apa Yang Sedang Kristus Tulis di Tanah ?
    Uskup Nikolai, teolog bertalenta yang memadukan pengetahuan tingkat tinggi dengan kesederhanaan jiwa yang tenggelam dalam kasih seperti Kristus dan kerendahan hati, kerap dijuluki Krisostomos Baru karena kotbahnya yang inspiratif sebagai bapa Rohani rakyat Serbia, ia senantiasa mendorong mereka untuk memenuhi panggilannya sebagai sebuah bangsa yang melayani Kristus. Selama Perang Dunia II, ia dipenjara dalam kamp konsentrasi Dachau. Kemudian ia melayani sebagai pimpinan gereja di Amerika, tempatnya wafat. [lebih lengkap ...]

  • action
    SETIAP Pertemuan Pleno Kecil, yakni bertemunya anggota BPN Harian dengan para perwakilan BPPG serta Pengurus Seksi-seksi BPN, diharapkan dimulai dengan siraman rohani berupa Rekoleksi. Kali ini dibawakan oleh Romo Adrian Adiredjo OP, dari Pontianak, yang baru saja diangkat menjadi Moderator mendampingi Seksi Kepemudaan BPN. Secara utuh pemaparan bahan Rekoleksinya yang disajikan pada Jum at petang, 20 Maret, 2009, di Sawangan Golf, Depok, seperti berikut. [lebih lengkap ...]

  • PERANAN KITAB SUCI DALAM KEHIDUPAN GEREJA (1)
    Pada pertengahan abad ke-20 Kitab Suci  berbahasa Latin-lah yang dibacakan dalam Misa Kudus. Pada masa itu terdapat sedikit bacaan yang dipilih dari Perjanjian Lama, dan ada sejumlah kecil bacaan yang diambil dari Perjanjian Baru yang mendominir lingkaran satu tahun. Dalam menanggapi Konsili Vatikan II, kita sekarang mempunyai sebuah lingkaran tiga tahunan perihal pembacaan pada Misa hari Minggu dan sebuah lingkaran dua tahunan perihal pembacaan pada Misa harian. Bacaan-bacaan Perjanjian Lama menjadi menonjol dan hampir keseluruhan Perjanjian Baru (Injil dan surat-surat/epistola serta Kitab Wahyu) mendapat kesempatan untuk dibacakan. Teks yang dibacakan juga dalam bahasa setempat yang dominan.   [lebih lengkap ...]

     
Copyright © 2007 Pembaruan Karismatik Katolik. All rights reserved.