Share Media :

nikah beda agama, mengapa diperbolehkan?

Nikah Beda Agama: Katolik OK dan Protestan No ?

Syalom. Terkait dengan ayat dalam Kitab Korintus 6 : 14, bagaimanakah seharusnya umat Katolik mempersepsi pernikahan berbeda keyakinan? Karena sepengetahuan saya, Hukum Gereja Katolik melegalkan pernikahan beda agama, sementara saudara kita yang beragama Protestan dan Kristen selain Katolik tampaknya sangat menentang hal tersebut.

Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah universalisme yang sunguh menjadi prinsip fundamental dalam ajaran agama Katolik diaplikasikan dalam kasus demikian? Lebih jauh lagi, apakah keputusan untuk membangun sebuah komitmen dengan pasangan yang tidak mengimani Kristus, baik dalam hubungan pacaran maupun pernikahan merupakan satu tindakan yang mengkhianati iman kepada Kristus.

Pertanyaan ini menjadi begitu penting untuk dipertanyakan karena pada prinsipnya setiap orang yang mengklaim dirinya mengimani Kristus sudah sepatutnya tidak melakukan tindakan yang tidak berkenan bagi Kristus? Mohon penjelasannya. Terima kasih. Tuhan memberkati.

JAWAB

Lembaga perkawinan jauh lebih tua daripada agama-agama yang muncul dalam sejarah manusia. Nikah adalah hak azasi manusia, hidup berkeluarga sudah setua manusia, sejak Adam dan Hawa (Kej 1: 27-29), dan Agama bisa mengaturnya, tetapi Agama juga tetap menghormati hak-hak azasi manusia yang dianugerahkan oleh Allah sendiri.

Dalam hal perkawinan campur, dibedakan dua: Beda Gereja dan Beda Agama. Dan di sini anda mengacu pada beda agama (keyakinan). Singkatnya, menurut anda, Gereja-gereja Protestan melarang perkawinan orang beriman kepada Kristus dengan orang yang tak beriman kepada Kristus, sedang Katolik, memperbolehkan ! Begitu ?
Kalau anda berbicara tentang perkawinan umat beriman dengan orang tidak beriman kepada Kristus, janganlah hanya mengacu pada 2 Kor 6:14-15, tetapi juga lihat dan baca 1 Kor 7: 12-16 !  Janganlah membaca dan memahami Alkitab sepotong-sepotong ! Jangan sampai kita mempunyai suatu pandangan tentang perkawinan begini, lalu mencari ayat-ayat Alkitab yang mendukung pandangan kita, sedang yang tidak mendukung tidak kita sebutkan. Kita memperalat Alkitab bukannya kita yang tunduk pada firman !
dari kutipan itu, 2 Kor 6:14-15, itu adalah pedoman normative untuk hidup berkeluarga umat beriman, sedang 1 Kor 7: 12-15, berdasar realitas yang ada atau kasus-kasus dalam perkawinan umat beriman. Kalau kita boleh menangkap, kiranya wajar kalau dalam zaman Gereja Perdana, ada suami yang menerima Yesus sedang istrinya belum dan sebaliknya. Nah pada kasus demikian Paulus memberikan pedomannya, yakni perkawinan semacam itu boleh terus asal…..  Dan perkawinan yang sah menurut Gereja antara yang beriman dan tidak, sejauh memenuhi syarat, sudah ada sejak Gereja zaman para rasul. Jadi kalau Gereja Katolik abad XX ini tetap memberi tempat adanya kawin campur beda agama, sejauh memenuhi syarat, berarti setia pada Alkitab, dan ini sudah berjalan 20 abad.
Gereja lalu mengaturnya dalam Kitab Gereja Katolik (KGK) atau Kanonik. Dalam KGK tentang perkawinan orang katolik dengan orang yang tidak dibaptis terdapat pada kanon no. 1086 #1 dan # 2, bunyinya: #1 “Perkawinan antara dua orang, yang di antaranya satu dibaptis dalam Gereja katolik atau diterima di dalamnya dan tidak meninggalkannya secara resmi, sedangkan yang lain tidak dibaptis, adalah tidak sah.”    Sedang #2, berbunyi: “Dari halangan itu janganlah diberikan dispensasi, sebelum dipenuhi syarat-syarat yang disebut dalam kan. 1125 dan 1126”.  Lalu apa saja syarat-syaratnya ?

Kan. 1125 berbunyi: “Izin semacam itu dapat diberikan oleh Ordinaris wilayah, jika terdapat alasan yang wajar dan masuk akal; izin itu jangan diberikan jika belum terpenuhi syarat-syarat berikut:

1* pihak katolik menyatakan bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan iman serta memberi janji dengan jujur bahwa ia akan berbuat segala sesuatu dengan sekuat tenaga, agar semua anaknya dibaptis dan dididik di dalam Gereja Katolik.  
2* mengenai janji-janji yang harus dibuat oleh pihak katolik itu pihak lain hendaknya diberi tahu pada waktunya, sedemikian sehingga jelas bahwa ia sungguh sadar akan janji dan kewajiban pihak katolik;  
3* kedua pihak hendaknya diberi penjelasan mengenai tujuan-tujuan serta sifat-sifat hakiki perkawinan, yang tidak boleh dikecualikan oleh seorang pun dari keduanya”.

Kan. 1126, berbunyi: “Adalah tugas Konferensi Waligereja untuk menentukan baik cara pernyataan dan janji yang selalu dituntut itu, harus dibuat, maupun cara bagaimana hal-hal itu jelas dalam tata-lahir, serta bagaimana pihak tidak katolik diberitahu”.

Dan sifat hakiki perkawinan kristiani, yaitu :”monogami” dan “tidak terceraikan”.    Kalau Claudia benar-benar membaca dan memahaminya ketentuan Gereja Katolik tentang perkawinan campur beda agama, yang sudah berlaku berabad-abad itu, tidak akan dengan mudah mengatakan, perkawinan semacam itu adalah suatu “tindakan yang “mengkhianati” iman kepada Kristus”!!!

Subroto Widjojo, SJ



Share with :

Anda mempunyai pertanyaan / komentar / saran mengenai BPN PKK, silahkan email kami ke INFO@KARISMATIKKATOLIK.ORG
kami akan segera merespon pertanyaan / komentar / saran Anda secepatnya. IG: @KARISMATIKKATOLIK  YOUTUBE: KARISMATIK KATOLIK INDONESIA

Copyright © 2007-2024 Badan Pelayanan Nasional, Pembaruan Karismatik Katolik Indonesia (BPK PKK).
versi archive 2007 link : WWW.KARISMATIKKATOLIK.ORG/ARCHIVED/