Share Media :

BERSAMA BUNDA MARIA DI RUANG ATAS MENANTIKAN ROH KUDUS (FR. RANIERO CANTALAMESSA, OFM, CAP)

Tulisan ketiga Fr. Raniero Cantalamessa, O.F.M. Cap. menjelang peluncuran CHARIS.


Dalam Kisah Para Rasul, setelah menyebutkan nama kesebelas rasul, penulis melanjutkan dengan kalimat ini: “Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama, dengan beberapa perempuan serta Maria, ibu Yesus, dan dengan saudara-saudara Yesus.” (Kis 1:14).

Pertama-tama kita harus memperbaiki persepsi yang keliru. Di Ruang Atas, sebagaimana juga di Bukit Kalvari, Bunda Maria disebutkan bersama-sama dengan para wanita lain. Tampaknya seolah-olah Bunda Maria adalah salah seorang dari antara mereka, sederajat dengan para wanita lain. Tetapi bahkan dalam ayat ini pun, gelar ‘ibu Yesus’ setelah penyebutan namanya mengubah segalanya dan menempatkan Bunda Maria di tingkat yang berbeda, bukan hanya lebih tinggi dari para wanita lain, tetapi bahkan lebih tinggi dari para rasul.

Apa artinya bahwa Bunda Maria ada di situ sebagai ibu Yesus? Itu artinya bahwa Roh Kudus, yang akan segera datang itu, adalah ‘Roh PutraNya’! Ada ikatan yang sangat objektif dan tak terhancurkan antara Bunda Maria dan Roh Kudus, yaitu Yesus yang mereka ‘ciptakan’ bersama. Dalam Syahadat dikatakan bahwa Yesus ‘dikandung dari Roh Kudus’ dan menjadi daging dari ‘Perawan Maria’.

Maka, keberadaan Bunda Maria di Ruang Atas bukan hanya sekadar salah satu dari para wanita, walaupun secara kasat mata dia tidak berbeda dari wanita lain, dan tidak menonjol dibanding para wanita lain.

Bunda Maria, yang di bawah salib ditampilkan kepada kita sebagai Bunda Gereja, di sini, di Ruang Atas, tampil bagi kita sebagai Ibu Baptis Gereja. Seorang ibu baptis yang kuat dan penuh percaya diri. Agar dapat menjalankan tugasnya, seorang ibu baptis haruslah telah terlebih dahulu menerima baptisan. Bunda Maria pun demikian: dia telah dibaptis oleh Roh Kudus dan kini membawa Gereja untuk menerima pembaptisan Roh Kudus.

Bunda Maria, yang dalam Kisah Para Rasul ditampilkan kepada kita sedang berdoa dengan tekun menantikan kedatangan Roh Kudus, adalah sosok yang sama dengan yang ditampilkan oleh Lukas sang penginjil di awal Injilnya sebagai orang yang dipenuhi Roh Kudus. Beberapa bagian dalam peristiwa datangnya Roh Kudus saat malaikat Gabriel mengunjungi Bunda Maria dan peristiwa datangnya Roh Kudus ke atas Gereja saat Pentakosta menunjukkan keparalelan yang sangat erat. Sebagian disebabkan karena keinginan penginjil memadankan kedua peristiwa itu, tetapi juga karena hubungan objektif di antara kedua peristiwa tersebut.

Kepada Bunda Maria, Roh Kudus dijanjikan sebagai ‘kuasa dari Allah yang Mahatinggi’ yang akan ‘menaungi engkau’ (Luk 1:35). Kepada para rasul, Roh Kudus juga dijanjikan sebagai ‘kuasa’ yang ‘diturunkan’ ke atas mereka ‘dari tempat tinggi’ (Luk 24:49 ; Kis 1:8). Setelah menerima Roh Kudus, Bunda Maria mulai memproklamirkan (megalynei) dengan bahasa yang menginspirasi, karya besar (megala) yang Allah lakukan di dalam dirinya (bdk. Luk 1:46-49). Senada dengan itu, para rasul, setelah menerima Roh Kudus, mulai memproklamirkan karya besar (megaleia) Allah dalam berbagai bahasa (bdk. Kis 2:11). Konsili Vatikan II juga membandingkan kedua peristiwa tersebut, saat mengatakan bahwa di Ruang Atas ‘kita juga melihat Bunda Maria yang dalam doanya memohon karunia dari Roh Kudus yang telah menaunginya sejak kedatangan malaikat Gabriel kepadanya.’

“Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau” (Luk 1:35). Setelah pencurahan Roh Kudus ini, semua orang yang kepadanya Bunda Maria diutus, merasakan jamahan atau digerakkan oleh Roh Kudus (bdk. Luk 1:41, 2:27). Memang kehadiran Yesus-lah yang memancarkan Roh Kudus, tetapi Yesus ada di dalam Bunda Maria dan berkarya melalui dia. Bunda Maria tampil sebagai tabut atau bait Roh Kudus, sebagaimana digambarkan sebagai awan yang melingkupinya dengan bayangannya. Bahkan, gambaran itu mengingatkan kita pada awan terang yang dalam Perjanjian Lama merupakan tanda kehadiran atau kedatangan Allah ke kemah (bdk. Kel 13:22, 19:16).

Gereja telah menerima fakta yang diungkapkan ini dan segera menempatkannya di pusat simbol imannya. Sejak akhir abad ke-2, kalimat bahwa Yesus ‘dikandung dari Roh Kudus dan dilahirkan oleh Perawan Maria’ telah disebutkan di dalam Syahadat Para Rasul. Dalam Konsili Ekumenis Konstantinopel tahun 381 (konsili yang menyatakan ke-ilahi-an Roh Kudus), kalimat ini juga tercantum dalam Syahadat Nicea-Konstantinopel, yang menyatakan bahwa Kristus ‘dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria’.

Maka, kalimat tersebut adalah pernyataan iman yang diterima oleh semua orang Kristiani, Kristen Timur dan Barat, Katolik dan Protestan. Inilah dasar yang kokoh, dan ini bukan hal sepele, bahwa kesatuan umat Kristiani bisa kita temukan di sekitar diri Bunda Allah. Bunda Maria terikat dengan Roh Kudus dengan ikatan yang objektif, pribadi, dan tak terhancurkan: pribadi Yesus sendiri yang mereka ‘ciptakan’ bersama, dalam perannya masing-masing. Jika kita ingin memisahkan Bunda Maria dari Roh Kudus, kita perlu memisahkan Kristus itu sendiri, karena di dalam Kristus peran kedua tokoh ini telah berwujud dan menjadi objektif untuk selamanya.

Yesus mempersatukan Bunda Maria dan Roh Kudus lebih dari sekadar seorang putra mempersatukan ayah dan ibunya, karena jika setiap anak, dengan keberadaannya semata, dapat mengatakan bahwa ayah dan ibunya bersatu sesaat menurut daging, maka Yesus Sang Putra menyatakan bahwa Roh Kudus dan Bunda Maria telah bersatu ‘menurut Roh Kudus’ dan oleh karenanya persatuan itu tidak terhancurkan. Di Yerusalem surgawi pun, Yesus yang telah bangkit itu tetap menjadi pribadi yang ‘dikandung dari Roh Kudus dan dilahirkan oleh Perawan Maria’.


Bunda Maria sebagai orang karismatik pertama di Gereja

Bunda Maria adalah orang karismatik terbesar kedua setelah Yesus dalam sejarah keselamatan. Ini bukan berarti bahwa Bunda Maria memiliki banyak karisma. Bahkan sebaliknya, dari luar tampaknya dia hanya memiliki sedikit karisma. Mujizat apa yang pernah dilakukan Bunda Maria? Dalam Kitab Suci dikatakan bahwa bayangan para rasul pun bisa menyembuhkan orang sakit (bdk. Kis 5:15). Tetapi tidak ada mujizat yang pernah dilakukan Bunda Maria saat dia hidup di dunia, juga tidak ada perbuatan yang luar biasa atau sensasional. Bunda Maria adalah orang karismatik terbesar karena di dalam dia Roh Kudus telah mencapai kepenuhan dari tindakan luar biasa tersebut yaitu membangkitkan dari Bunda Maria, bukan kata-kata hikmat kebijaksanaan, bukan mahar pemerintah, bukan visi, bukan mimpi, bukan nubuatan, tetapi hidup Sang Mesias itu sendiri, sumber dari segala karisma, yang daripadanya kita telah menerima ‘kasih karunia demi kasih karunia’ (Yoh 1:16)!

Beberapa Bapa Gereja terkadang menyebut Bunda Maria sebagai nabiah, apalagi saat mereka membicarakan tentang Kidung Maria, atau saat mereka secara tidak tepat menjajarkan Yes 8:3 dengan Bunda Maria. Tetapi secara teknis, Bunda Maria bukanlah termasuk golongan nabi. Seorang nabi adalah seseorang yang bicara dalam nama Tuhan, tetapi Bunda Maria tidak bicara dalam nama Tuhan. Malahan Bunda Maria hampir selalu terdiam. Jika memang Bunda Maria adalah seorang nabi, maka dia adalah nabi dalam pengertian yang baru dan mahamulia: bahwa dalam ’diam’nya, Bunda Maria ‘mengucapkan’ Sabda Tuhan sendirian dan melahirkanNya.

Hal yang dikerjakan Roh Kudus dalam diri Bunda Maria bukanlah suatu dorongan profetis semata, tetapi kita dapat dan harus melihatnya sebagai karisma, bahkan sebagai karisma tertinggi yang pernah dianugerahkan kepada makhluk manusia, karisma yang melampaui dorongan atau kegerakan Roh Kudus yang dialami para penulis kisah hidup orang kudus (hagiografer), yang didorong atau digerakkan oleh Roh Kudus untuk berbicara atas nama Allah (bdk. 2 Ptr 1:21). Sebetulnya, apa itu ‘karisma’? Apa definisinya? Santo Paulus mendefinisikannya sebagai ‘suatu manifestasi khusus dari Roh Kudus untuk kepentingan bersama’ (1 Kor 12:7). Nah, manifestasi Roh Kudus mana yang lebih unik daripada manifestasi Roh Kudus yang dialami Bunda Maria, dan manifestasi Roh Kudus mana yang lebih berguna bagi ‘kepentingan bersama’ dibandingkan dengan kebundaan ilahi Maria?

Dengan menempatkan Bunda Maria dalam relasi yang sangat intim semacam itu dengan Roh
Kudus, pertama-tama dalam peristiwa Inkarnasi dan kemudian, dengan cara lain, juga dalam peristiwa Pentakosta, Lukas memperkenalkan Bunda Maria sejalan dengan gambaran umum yang dimilikinya mengenai tindakan Roh Kudus, sebagai makhluk rohani yang unggul melebihi yang lainnya (par excellence) yang bertindak di bawah pengaruh Roh Kudus, dan sebagai tempat terwujudnya kuasa penciptaan kreatif Allah. Akan tetapi semuanya ini tidak boleh membuat kita membayangkan bahwa di antara Bunda Maria dan Roh Kudus hanya ada relasi yang objektif dan operasional, yang tidak menyentuh bagian terintim dari seseorang, yaitu emosi dan perasaannya. Bunda Maria bukan hanya sekadar ‘wadah’ bagi Allah dalam melakukan karyaNya. Allah tidak memperlakukan orang sebagai tempat, tetapi sebagai manusia, sebagai rekan sejawat dan teman bicara.

Lukas sangat menyadari ‘kemabukan’ yang ditimbulkan Roh Kudus dengan tindakannya, misalnya dalam hidup Yesus yang pada suatu hari ‘bergembira’ dalam Roh Kudus (bdk. Luk 10:21), juga dalam hidup para rasul yang setelah menerima Roh Kudus mulai berbicara dalam bahasa lidah dan tampak seperti orang gila sehingga orang-orang mengira mereka mabuk oleh anggur manis (lih. Kis 2:13), juga akhirnya pada diri Bunda Maria yang setelah menerima kepenuhan Roh Kudus di dalam dirinya, bergegas mengunjungi Elisabet dan mulai menyanyikan Kidung Maria untuk mengungkapkan kegembiraannya yang meluap-luap.

Santo Bonaventura, seorang mistis yang memahami dampak yang ditimbulkan oleh Roh Kudus, menggambarkan Bunda Maria pada saat itu:
“Roh Kudus masuk ke dalam dirinya sebagai api ilahi yang membakar pikirannya dan menyucikan dagingnya, memurnikannya dengan sangat sempurna [...]. Oh, jika kau sedikit banyak bisa mendengarnya, dan melihat betapa hebat api yang turun dari surga itu, kesejukan apa yang dibawanya, kelegaan apa yang diberikannya, dan melihat betapa Perawan Maria ditinggikan, dimuliakan dari antara manusia, serta betapa Sang Ilahi Mahaagung merendahkan dirinya! [...] Saya rasa, saat itu, Anda pun dengan suara merdu bersama dengan Sang Perawan terberkati, akan menyanyikan kidung kudus itu: Jiwaku memuliakan Tuhan, dan sambil melompat dan bersorak bersama putra nabi [Yohanes Pembaptis], Anda pun akan mengagumi kedahsyatan peristiwa mengandungnya Sang Perawan.”

Bahkan, Luther, dalam penafsirannya mengenai Kidung Maria, menyatakan bahwa Kidung Sang Perawan ini merupakan karya luar biasa dari Roh Kudus:
“Untuk bisa memahami kidung pujian kudus ini dengan baik, kita harus ingat bahwa Perawan Maria berbicara dari pengalamannya sendiri, setelah diberi pencerahan dan pengajaran oleh Roh Kudus, karena tidak seorang pun dapat memahami Allah atau FirmanNya dengan benar kecuali pemahaman itu diberikan langsung oleh Roh Kudus. Akan tetapi, menerima karunia ini dari Roh Kudus berarti bahwa orang tersebut mengalaminya, merasakannya, karena Roh Kudus mengajar melalui pengalaman, kecuali jika tidak ada yang dipelajari selain kata-kata dan ucapan. Oleh karena itu, Roh Kudus mengajarkan kebijaksanaan yang begitu indah dan kaya ini kepada Perawan Maria, yang telah mengalami sendiri karya besar Allah di dalam dirinya walaupun dia begitu bersahaja, miskin, dan dipandang hina, karena Allah adalah Tuhan yang meninggikan mereka yang rendah dan merendahkan mereka yang tinggi.’

Bunda Maria adalah contoh nyata dari ‘kemabukan akibat Roh Kudus’ itu. Dalam pertemuan bersejarah pertama Pembaruan Karismatik Katolik dengan lembaga Gereja di St. Peter pada tahun 1975, setelah selesai membaca naskah pidatonya, Paus Paulus VI mengutip bait dari himne St. Ambrosius ‘marilah kita meminum dengan sukacita kelimpahan [yang ‘memabukkan’] dari Roh Kudus’ (Laeti bibamus sobriam profusionem Spiritus), dan berkata bahwa bait ini bisa dijadikan sebagai moto Pembaruan Karismatik Katolik.


Bunda Maria sebagai model CHARIS

Konsili Vatikan II memperkenalkan ungkapan yang kemudian disukai para Bapa Gereja, yang menyebutkan Bunda Maria sebagai ‘pola Gereja’, sebagai model dan bundanya. Saya ingin menggarisbawahi bahwa secara khusus, Bunda Maria adalah model CHARIS. Kata ‘charis’ itu sendiri merujuk kepada Bunda Maria, yaitu ‘penuh rahmat’ (kecharitomene). Tetapi bukan hanya itu sebabnya. Bunda Maria adalah seseorang yang telah menerima dan mengalami sendiri dalam dirinya kuasa Roh Kudus saat malaikat Gabriel mendatanginya, dan kemudian pada peristiwa Pentakosta menyediakan dirinya bagi para rasul, agar mereka pun bisa menerima karunia yang sama dan ‘kuasa dari tempat tinggi’ yang sama dengan yang diterimanya.

Dan inilah tepatnya yang diinginkan Bapa Paus dan Gereja untuk CHARIS: untuk menjadi alat, yang seperti Bunda Maria, tidak memiliki kuasa memerintah atau daerah kekuasaan, tetapi hanya melayani dan mendampingi dengan rendah hati. Suatu ‘wadah’ bagi orang-orang yang telah mengalami arus rahmat Pentakosta baru untuk melayani umat lainnya dalam Gereja, agar mereka pun bisa mengalami pengalaman yang membarui ini. Suatu ‘wadah’ bagi orang-orang yang telah menerima secara cuma-cuma untuk memberi dengan cuma-cuma.

Oleh karena bulan Mei ini merupakan bulan Maria, saya mengusulkan suatu doa khusus yang membawa kita ‘bersama Bunda Maria di Ruang Atas menantikan Roh Kudus’, yaitu doa rosario yang peristiwa-peristiwanya membangkitkan kembali kehadiran Roh Kudus dalam sejarah keselamatan. Bersama lusinan ‘Salam Maria’ yang kita doakan, kita memohon melalui perantaraan Perawan Maria agar kita pun dapat mengalami buah-buah Roh di dalam diri kita. Saya menyarankan agar Anda menyebutkan setiap peristiwa dengan lantang sebagai berikut:

  1. Pada peristiwa pertama kita merenungkan Roh Kudus dalam peristiwa penciptaan. “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.” (Kej 1:1-2). Kita mohon kepada Roh Kudus yang pada awal mula penciptaan dunia memisahkan terang dari kegelapan, air dari bumi, dan mengubah kekacauan di alam semesta untuk mengulangi keajaiban yang sama di masa ini, dalam Gereja, dan dalam jiwa kita sendiri, membawa kesatuan di tengah perpecahan, membawa terang di tengah kegelapan, memberikan ‘hati yang baru’ di dalam diri kita. (lalu dilanjutkan dengan Bapa Kami, sepuluh Salam Maria, dan Kemuliaan, seperti biasa).
  2. Pada peristiwa kedua kita merenungkan Roh Kudus dalam peristiwa pewahyuan. “Sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.” (2 Ptr 1:21). Kita mohon kepada Roh Kudus untuk bisa ‘memahami Firman Tuhan’. Kitab Suci, yang ditulis dengan ilham dari Tuhan, kini memancarkan nafas Allah, memancarkan Allah. Kita mohon agar kita bisa melihat diri kita sendiri dalam terang Firman Tuhan, melihat kehendakNya yang hidup bagi diri kita, dalam setiap situasi hidup kita. Kita mohon agar seperti Bunda Maria, kita dapat mengetahui, ‘menerima, dan merenungkan’ semua Sabda Allah itu dalam hati kita.
  3. Pada peristiwa ketiga kita merenungkan Roh Kudus dalam peristiwa inkarnasi. “Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.” (Luk 1:34-35). Terlalu sering kita bertanya kepada diri kita sendiri saat menghadapi cobaan atau hal baru yang Tuhan minta dari kita: ‘Bagaimana hal itu mungkin terjadi? Aku belum bersuami.’ Aku tidak mampu, ini melebihi kekuatanku... Jawaban Tuhan selalu sama: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kis 1:8). Kita memohon agar pada saat Roh Kudus membentuk kemanusiaan Kristus dalam rahim Perawan Maria dan melalui Perawan Maria memberikanNya kepada dunia, Roh Kudus yang sama juga membentuk Kristus di dalam diri kita dan memberi kita kekuatan untuk mewartakanNya kepada sesama kita.
  4. Pada peristiwa keempat kita merenungkan Roh Kudus dalam hidup Yesus. “Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah suara dari langit: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan" (Luk 3:21-22). “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin” (Luk 4:18). Dalam pembaptisan, Yesus diurapi sebagai raja, nabi, dan imam. Di dalam diriNya, Roh Kudus adalah seperti minyak narwastu harum dalam buli-buli pualam (St. Ignatius dari Antiokhia) dan ‘membiasakan diri untuk hidup di antara manusia’ (St. Ireneus). Di atas kayu salib, buli-buli pualam kemanusiaanNya dipecahkan dan minyak narwastu Roh KudusNya mengalir ke dunia. Melalui perantaraan Bunda Maria kita memohon pembaruan urapan nabi, raja, dan imam yang telah kita terima pada saat pembaptisan. Kita memohon Roh Kudus untuk membantu kita memecahkan buli-buli kaca yaitu kemanusiaan dan ke-‘aku’-an kita, agar kita bisa menebarkan ‘keharuman Kristus’ di dunia.
  5. Pada peristiwa kelima kita merenungkan Roh Kudus dalam hidup Gereja. “Tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya” (Kis 2:3-4). Janji yang Yesus berikan sebelum terangkat ke surga telah digenapi: “Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus" (Kis 1:5). Sejak saat itu, segala sesuatu di dalam Gereja hidup dan menerima kekuatannya dari Roh Kudus: sakramen, Firman, kelembagaan. ‘Bagi Tubuh Kristus, yaitu Gereja, Roh Kudus adalah seperti jiwa bagi tubuh manusia’ (St. Agustinus). Kita memohon agar melalui perantaraan Perawan Maria, banyak orang mau membuka hatinya hari ini untuk menerima rahmat pembaruan dari pencurahan Roh Kudus.

Setelah mendoakan Rosario Roh Kudus ini, kita mendoakan Litani Roh Kudus. Kita menyebutkan julukan yang diberikan kepada Roh Kudus: Roh kekudusan, Roh kedamaian, Roh sukacita, Roh kerendahan hati, Roh rekonsiliasi, Roh Kristus, dll. Jika kita berdoa dalam kelompok, setiap orang bisa menyebutkan julukan yang paling menyentuh baginya, dan umat lain akan bersama-sama menjawab: “Turunlah atas kami!”.

Pst. Raniero Cantalamessa, O.F.M. Cap.
Asisten Gerejawi CHARIS


Untuk mengunduh versi pdf silahkan klik di sini.



Share with :

ARTIKEL TERKAIT

CHARIS S.E.A. YOUTH FORMATION AND TRAINING

Wednesday, 27 Nov 2019

KESEMPATAN BAGI BPK MAKASAR UNTUK MELAYANI SHDR DI DILI, TIMOR LESTE

Wednesday, 23 Oct 2019

PESAN PAUS FRANSISKUS KEPADA CHARIS - VATIKAN, 8 JUNI 2019

Monday, 10 Jun 2019

BERSAMA BUNDA MARIA DI RUANG ATAS MENANTIKAN ROH KUDUS (FR. RANIERO CANTALAMESSA, OFM, CAP)

Sunday, 19 May 2019

MENGEMBALIKAN KEKUASAAN KEPADA ALLAH! (FR. RANIERO CANTALAMESSA, OFM CAP)

Monday, 22 Apr 2019

MARI BERDOA MEMOHON ROH KUDUS (FR. RANIERO CANTALAMESSA, OFM CAP)

Tuesday, 19 Mar 2019

DOA SYAFAAT ISAO BULAN SEPTEMBER - OKTOBER 2018

Wednesday, 12 Sep 2018

DOA SYAFAAT ISAO "PEMINDAH GUNUNG" - MEI 2018

Friday, 04 May 2018

ISAO FIRST YOUTH MEETING - TAIWAN, 2018

Monday, 23 Apr 2018

DOA SYAFAAT ISAO "PEMINDAH GUNUNG" - MARET/APRIL 2018

Monday, 23 Apr 2018

Nubuat Patti Mansfield di Vigili Pentakosta

Monday, 19 Jun 2017

Paus Fransiskus Mengambil Bagian Dalam Vigili Pentakosta

Wednesday, 14 Jun 2017

37 Peserta Kontingen BPN PKK Indonesia Ramaikan Perayaan 50 Tahun PKK di Roma

Wednesday, 14 Jun 2017

Terpilihnya President ICCRS Yang Baru

Saturday, 10 Jun 2017

Endie Rahardja Dilantik Sebagai Council Member of ICCRS

Friday, 09 Jun 2017

Intercession Training Course · Indonesia, Surabaya 2016

Thursday, 15 Dec 2016

Intercession Training Course (ITC)

Friday, 21 Oct 2016

Catholic Fraternity dan ICCRS: Audiensi Khusus dengan Paus Fransiskus

Thursday, 08 Sep 2016

Undangan Paus Fransiskus

Thursday, 08 Sep 2016

EKLESIOLOGI

Monday, 07 Mar 2016

ICCRS LTC Indonesia

Monday, 07 Mar 2016

23-25 September 2015: ISAO Conference di Bahrain

Monday, 28 Sep 2015

Doa Syafaat

Thursday, 18 Sep 2014

LAPORAN ACARA 37th CONVOCATION RINNOVAMENTO BERSAMA PAUS FRANSISKUS

Thursday, 18 Sep 2014

aku percaya akan roh kudus karisma untuk menjabat tugas

Friday, 08 Mar 2013

dari buku konvenas x

Friday, 08 Mar 2013

catatan romo g. notobudyo, pr dalam isao di kinabalu , nov 2011

Friday, 08 Mar 2013

mary a model for charismatic renewal

Friday, 08 Mar 2013

the importance of charisms fr. rufus pareira

Friday, 08 Mar 2013

voice in the wilderness?

Friday, 08 Mar 2013

what is new in isao conference

Friday, 08 Mar 2013

isao conference information for international participants

Friday, 08 Mar 2013

a letter from bishop of bogor, cosmas michael angkur, ofm

Friday, 08 Mar 2013

isao conference information

Friday, 08 Mar 2013

what is isao?

Friday, 08 Mar 2013

Anda mempunyai pertanyaan / komentar / saran mengenai BPN PKK, silahkan email kami ke INFO@KARISMATIKKATOLIK.ORG
kami akan segera merespon pertanyaan / komentar / saran Anda secepatnya. IG: @KARISMATIKKATOLIK  YOUTUBE: KARISMATIK KATOLIK INDONESIA

Copyright © 2007-2024 Badan Pelayanan Nasional, Pembaruan Karismatik Katolik Indonesia (BPK PKK).
versi archive 2007 link : WWW.KARISMATIKKATOLIK.ORG/ARCHIVED/