Share Media :

TANYA JAWAB: Bagaimana Iman Katolik dalam konteks menyelaraskan diri dalam perubahan zaman?


Romo bagaimana Iman Katolik dalam konteks menetapkan diri dalam perubahan zaman?

(NN)

JAWAB:

Pertanyaan anda menurut saya pada kata ‘menetapkan diri’, ini saya artikan “Bagaimana Iman Katolik dalam konteks menyelaraskan diri dalam perubahan zaman?” Kalau demikian yang dimaksudkan penanya, maka jawaban saya sebagai berikut :

Pertama, Iman Katolik adalah jawaban atas pewahyuan Allah lewat para nabi dan memuncak pada Diri Yesus Kristus, Yang Diutus-Nya. Seluruh pewahyuan itu diwariskan, diteruskan dari generasi ke generasi sampai dibukukan dalam bentuk Kitab, yang kita sebut Kitab Suci yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Dua, Yesus sendirilah yang mendirikan Gereja. “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya”. Kemudian Yesus menunjuk dan memberi wewenang kepada Petrus: “Kepadamu akan Kuberikan Kunci Kerajaan Surga. Apa yang kau ikat di dunia ini akan terikat di surga dan  apa yang kau lepaskan di dunia ini, terlepas disurga” (Mat 16:18-19). Petrus menjadi Uskup Roma yang pertama, yang menjadi ‘primus inter pares’ -- yang pertama dan utama di antara sesama (uskup). Inilah yang kita sekarang dengan sebutan Paus.

Tiga, Iman Gereja Katolik dirumuskan dalam ‘Credo’ atau ‘Aku percaya” sebagaiamana kita daraskan, entah dalam Misa atau awal dari Doa Rosario. Yang merumuskannya ialah Gereja (Jemaat) yang memiliki wewenang mengajar atau disebut ‘Magisterium’. Sumbernya perumusan ialah Kitab Suci dan Tradisi. Kitab Suci sendiri yang memutuskan mana Kitab Suci yang tulen mana yang tidak ialah Gereja sendiri. Gereja sudah ada sebelum Kitab Suci resmi ada.

Keempat, Gereja Katolik, yakni Umat Allah, hidup dalam Sejarah. Sejarah itu berkembang dan berubah, baik tentu dalam konteks zamannya, yakni  dalam ilmu budaya maupun teknologi. Secara mudah kita sebut ‘perubahan zaman’. Gereja memahami iman-nya tentu memakai konsep dan kategori budaya dan teknologi sezaman tetapi yang terus berkembang. Umpama, ‘Bumi’ yang diciptakan Allah, dipahami sebelumnya sebagai dataran horizontal, selaras dengan pandangan (hypotehsis) Ptolomeus dari Yunani. Dalam perkembangan zaman, ternyata Ilmu Pengetahuan membeberkan fakta bahwa dunia itu bulat. Maka Gereja juga lalu memahaminya dunia itu bulat, bukan Matahari mengitari bumi tetapi sebaliknya dsb.

Adanya perubahan-perubahan di dunia, atau perubahan zaman, baik ilmu pengetahuan maupun sosial kemasyarakatan dan budaya, selalu dipelajari oleh Gereja. Kalau Gereja merasa perlu untuk menanggapi dan menyesuaikan, lalu Paus-lah mengundang para uskup seluruh dunia untuk bersidang mempelajari perubahan yang ada, bersumber dari para ahli dan teolog untuk menjelaskannya dan bagaimana arah penyesuaiannya. Contoh, adanya Konsili Vatikan II, 1962-1965, berkat bimbingan Roh Kudus, Paus Yohanes XXIII (alm.) berinisiatif menyelenggarakannya – lalu dilanjutkan oleh Paus Paulus II (alm.), dua-duanya sekarang sudah dinyatakan sebagai orang kudus. Konsili terakhir – Vatikan II – membuat ‘gebrakan’ banyak perubahan cara pandang dan cara memahami Iman Katolik. Iman tetap sama tetapi pemahaman dan penerapan bisa berubah selaras dengan kemajuan zaman. Hasil Vatikan II dengan 16 Dokumen  telah merubah wajah Gereja Katolik.      

Kelima, Isi Iman Katolik dijabarkan dalam Buku yang disebut Katekismus Gereja Katolik. Dan buku ini bisa juga berubah dalam arti yang positif – yakni menanggapi perubahan zaman. Demikian pula Hukum Gereja yang dibukukan dalam Kitab Hukum Gereja, yang mengalami penyesuaian.

Keenam, bukan saja adanya perubahan zaman tingkat dunia, juga tingkat nasional, misalnya di Indonesia. Maka para Uskup di negeri kita yang tergabung dalam Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) tiap tahun mengadakan pertemuan bersama, dan bila perlu ada pertemuan mendadak. Tujuannya agar para Uskup selalu memperoleh informasi terkini tentang Gereja dan dunia. KWI perlu selalu menanggapi perubahan zaman dalam pengertian ‘sosial politik’, baik internasional maupun nasional.

Iman tetap sama, tetapi yang berubah adalah kebijakan dalam hidup menggereja di tempat lokal, atau dalam taraf nasional. Untuk itu para Uskup yang tergabung dalam KWI berkumpul untuk membahas dan menentukan sikap dan kebijakaan tertentu. Memang “Eccelsia semper reformanda” - Gereja selalu diperbaharui oleh Roh Kudus.”


Romo Subroto Widjojo SJ



Share with :

Anda mempunyai pertanyaan / komentar / saran mengenai BPN PKK, silahkan email kami ke INFO@KARISMATIKKATOLIK.ORG
kami akan segera merespon pertanyaan / komentar / saran Anda secepatnya. IG: @KARISMATIKKATOLIK  YOUTUBE: KARISMATIK KATOLIK INDONESIA

Copyright © 2007-2024 Badan Pelayanan Nasional, Pembaruan Karismatik Katolik Indonesia (BPK PKK).
versi archive 2007 link : WWW.KARISMATIKKATOLIK.ORG/ARCHIVED/